Kamis, 2 Oktober 2025

Realisasi Masih Jeblok, Cukai Rokok 2017 Tetap Naik

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memutuskan untuk kembali menaikkan tarif cukai rokok untuk 2017.

Editor: Sanusi
ist
ilustrasi 

Kenaikan tarif cukai rokok memang dialami industri setiap tahunnya. Untuk tahun 2016, kenaikan tarif cukai ditetapkan lewat PMK 198/PMK.010/015 dengan rata-rata kenaikan tarif sebesar 11,19 persen.

Besaran kenaikan tarif cukai berbeda-beda, berdasarkan kategori produk rokok dan skala produksinya.

Ditilik dari kinerja industri 2016, data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menunjukkan bahwa penerimaan cukai hasil tembakau masih belum memuaskan.

Menurut Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Sugeng Aprianto, realisasi penerimaan cukai per April 2016 hanya mencapai Rp 19,2 triliun, turun 44,9 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Pos yang turun paling jauh adalah penerimaan cukai hasil tembakau. Realisasi cukai hasil tembakau per April 2016 sebesar Rp 17,6 triliun, lebih rendah 47,3 persen dari penerimaan tahun lalu di periode yang sama sebesar Rp 33,4 triliun.

Meskipun demikian, Sugeng mengatakan optimis jika realisasi cukai tembakau akan membaik pada semester kedua, karena konsumen sudah mulai bisa beradaptasi dengan perubahan tarif cukai.

Di lain pihak, Ketua RTMM SPSI, Sudarto, mengatakan kalau pemerintah tidak adil jika hanya memerhatikan aspek kesehatan saja.

"Pemerintah belum benar-benar mengetahui peta industri rokok, kami bukannya antiregulasi. Tapi kenaikan cukai akan lebih banyak berdampak pada penurunan kesejahteraan para pekerja. Ini yang menjadi perhatian utama kami, karena harus dipahami para pekerja industri ini merupakan pekerja yang turun menurun dan pendidikan mereka rata-rata rendah. Jadi kalau kesejahteraan mereka turun mereka akan kesulitan untuk menutupi."

Sebelumnya di tahun 2014 dan 2015, beberapa pabrikan rokok telah melakukan penutupan pabrik dan PHK terhadap karyawannya.

Diperkirakan terjadi lebih dari 20.000 PHK di seluruh industri rokok, yang mayoritas adalah pekerja SKT yang merupakan kaum wanita yang juga menjadi tulang punggung ekonomi keluarga mereka.

Sudarto mengatakan, tidak menutup kemungkinan akan terjadi pengurangab tenaga kerja kembali. Jika industri melakukan pengurangan, sebagian besar anggota yang berasal dari pekerja SKT dan harus dipahami kondisi SKT sedang menurun, jadi bila ditambah dengan cukai yang semakin tinggi industri juga akan kesulitan memertahan pekerja.

"Pekerja SKT yang memiliki pendidikan rendah akan sulit bersaing dengan para pekerja muda yang memiliki pendidikan lebih tinggi, jadi kami harap pemerintah juga memerhatikan masalah ini secara makro. Jangan hanya sekadar memikirkan pendapat pendapatan negara," pungkas Sudarto.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved