Jumat, 3 Oktober 2025

Kembali Cerah, Reksadana Berbasis Obligasi

Total return obligasi pemerintah yang tercermin pada INDOBeX Government-Total Return naik 9,63 poin

Editor: Hendra Gunawan
Dok.Kontan
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Membaiknya kondisi pasar surat utang domestik mampu memoles imbal hasil reksadana berbasis obligasi. Infovesta Utama menghitung, Oktober lalu rata-rata return reksadana pendapatan tetap sebesar 3,29%, sementara reksadana pasar uang sekitar 0,56%.

Presiden Direktur Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Ignatius Girendroheru menyebutkan, pasar obligasi bergerak bullish sepanjang Oktober, seiring apresiasi rupiah terhadap dollar AS.

Asal tahu saja, pada Oktober lalu, rupiah telah menguat 6,98%. Sebagai gambaran, sepanjang Oktober lalu, total return obligasi pemerintah yang tercermin pada INDOBeX Government-Total Return naik 9,63 poin atau 5,73%.

Sementara, indeks return obligasi korporasi yang ditunjukkan INDOBeX Corporate Total Return naik 3,91 poin atau sekitar 1,67%. Pasar obligasi domestik juga tersokong tren deflasi, yang tercatat 0,05% pada September dan 0,08% di Oktober, sehingga inflasi tahunan menjadi 6,25% (yoy).

"Ditambah lagi paket kebijakan pemerintah yang fokus memperbaiki ekonomi," jelasnya.

Investment Director PT Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana sependapat, faktor deflasi dan paket kebijakan ekonomi menyegarkan sentimen di dalam negeri. Inilah yang menyokong kinerja reksadana berbasis obligasi.

Meski demikian, Direktur PT Panin Asset Management Ridwan Soetedja bilang, kinerja reksadana pendapatan tetap sepanjang Oktober masih lebih rendah ketimbang return reksadana saham sebesar 7,01%.

"Ini terjadi karena efek saham lebih dulu merespons pulihnya pasar domestik. Diikuti instrumen obligasi," klaim Ridwan. Meski kinerja bulanan reksadana pendapatan tetap mengungguli reksadana pasar uang, namun performa tahunan posisinya berbalik.

Year to date, rata-rata return reksadana saham hanya 1,8%, sedangkan return reksadana pasar uang mencapai 5,29%.

Menurut analis Infovesta Utama Praska Putrantyo, reksadana pasar uang bisa unggul, karena disokong imbal hasil instrumen deposito dan obligasi korporasi bertenor kurang dari setahun. Risiko koreksi kedua instrumen ini lebih kecil ketimbang SUN yang menjadi mayoritas aset dasar reksadana pendapatan tetap.

"Pasar SUN cenderung fluktuatif sepanjang tahun ini," jelasnya. Lihat saja, total return obligasi korporasi secara year to date yang naik 14,94 poin atau sekitar 8,35%. Bandingkan dengan total return obligasi pemerintah yang hanya naik 3,91 poin atau sekitar 1,67%.

Optimistis tahun depan

Ridwan optimistis, imbal hasil reksadana berbasis obligasi masih tumbuh pada sisa tahun ini. Ia beralasan, pasar obligasi masih memperoleh katalis positif dari target inflasi tahunan yang berpeluang besar tercapai. “Inflasi rendah memberi peluang Bank Indonesia menurunkan bunga acuan (BI rate),” tukasnya.

Proyeksi Praska, dalam sisa dua bulan ini, return reksadana pasar uang masih berpeluang tumbuh 1%. Sedangkan return reksadana pendapatan tetap bisa bertambah 1,5%. Spekulasi kenaikan suku bunga acuan The Fed memang masih mengintai pada Desember ini.

Namun, kinerja rupiah diprediksi bisa bertahan di bawah Rp 14.000 per dollar. Senior Fund Manager PT BNI Asset Management Hanif Mantiq menebak, return reksadana pasar uang sepanjang tahun ini akan berkisar 6%-8%.

Halaman
12
Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved