Kementerian Perdagangan Bantah Lakukan Impor Beras Untuk Kepri
Sedangkan pihak Bulog, baru bisa menggelontorkan beras subsidi jika telah mendapat pemerintah langsung.
JAKARTA - Kementerian Perdagangan membantah telah melakukan impor beras untuk Kepulauan Riau (Kepri). Meski sudah ada persiapan beras dari Thailand dan Vietnam masuk, namun pemerintah pusat belum memutuskan membuka keran impor apalagi untuk Kepri.
"Impor nggak ada, belum ada. belum ada persetujuan impor," ujar Staff Direktorat Jenderal Direktur Bahan Pokok dan Barang Strategis (Bapokstra) Tirta Karma Senjaya kepada Tribun, Rabu (21/10).
Tirta memaparkan impor beras hanya untuk industri saja, sedangkan untuk rumah tangga harus melalui Perum Bulog. Sedangkan pihak Bulog, kata Tirta baru bisa menggelontorkan beras subsidi jika telah mendapat pemerintah langsung.
"Cadangan stok beras tambahan biasa dari persetujuan pemerintah, biasanya untuk PSO (Public Service Obligation/subisid)," kata Tirta.
Tirta menyebutkan dalam
UU pangan no.18 tahun 2012 menyebutkan kepala daerah yang menjadi ketua ketahanan pangan daerah. Tirta memaparkan fungsi dari ketua adalah memenuhi kebutuhan pangan di daerah terutama untuk beras.
"Sesuai Amanat UU pangan, Kepala Daerah jadi Ketua Ketahanan Pangan Daerah, memenuhi kebutuhan daerah," ungkap Tirta.
Dalam penjelasannya Tirta mengatakan pemerintah pusat bertanggung jawab atas kebutuhan nasional. Namun sebelum sampai meminta cadangan beras ke pusat, pemerintah daerah dari setiap tingkat yang harus memenuhi terlebih dahulu.
"Sudah ada UU tentang kewenangan daerah, di UU pangan pun dalam turunannya diatur ketahanan pangan atas kewenangan daerah," kata Tirta.
Tirta menjelaskan mengenai beras, Ketua Ketahanan Pangan Daerah tidak bisa langsung membuka keran impor beras tanpa persetujuan dari pemerintah pusat. "Impor tetap ada mekanisme persetujuan dari Kementerian teknis," papar Tirta.
Tirta menegaskan impor yang boleh dilakukan tanpa pembatasan adalah komoditas kedelai. Sedangkan untuk beras harus ditentukan dalam rapat koordinasi Kementerian yang dilaporkan kepada Presiden.
"Untuk beras murni pengaturan, kecuali komoditi kedelai tidak ada aturan impor," papar Tirta.
Badan Pengatur Ketahanan Pangan di Setiap Daerah
Dalam melakukan ketahanan pangan, setiap pemerintah provinsi didorong untuk mendirikan Badan Pengatur Ketahanan Pangan. Anggarannya akan diambil dari APBD setiap masing-masing tingkat daerah.
Tirta mengambil contoh pemerintah provinsi DKI Jakarta yang mempunyai sisa anggaran dari APBD sebesar Rp 9 triliun, berencana akan membentuk Badan Pangan Daerah. Dalam pelaksanaannya, Tirta menyebutkan Badan tersebut yang akan bertanggung jawab mempertahankan
"DKI Jakarta saja baru mulai memikirkan memikirkan cadangan pangan," ujar Tirta.
Tirta memaparkan jika pemerintah daerah tingkat dua tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan, maka akan diserahkan kepada tingkat satu dalam hal ini Provinsi. Pada pelaksanaannya, pemerintah daerah tidak akan bergantung kepada cadangan beras yang dimiliki Perum Bulog.
"Jadi di pemerintah daerah ada tingkatan pemenuhan kebutuhan pangan sebelum ke pusat," kata Tirta.
Tirta memaparkan jika setiap masing-masing daerah terus meminta cadangan beras dari Bulog, otomatis hal itu mengurangi cadangan beras nasional.
"Pimpinan daerah kalau menarik dari Bulog terus, artinya tarik cadangan pusat," kata Tirta.
Tirta mengatakan opsi meminta tambahan cadangan beras dari Bulog adalah paling terakhir. Situasi ini dimungkinkan jika pemerintah daerah tingkat satu dan dua tidak bisa lagi memenuhi cadangan pangannya secara mandiri.
"Istilahnya kalau sudah kritikal kalau tidak mampu baru pusat," kata Tirta.
Sebagai tambahan cadangan beras di Bulog hingga bulan Oktober mencapai 1,485 juta ton. Dari jumlah tersebut, cadangan beras nasional sekitar 810 ribu ton.