Ekonomi Fundamental Indonesia Saat ini Sedang Sakit Kronis
meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok, maka hal itu menunjukkan ekonomi fundamental sakit kronis
TRIBUNNEWS.COM.JAKARTA-Dilihat dari neraca pembayaran Indonesia, walau cadangan devisa mencapai 111 miliar dolar AS, namun sesungguhnya indikasi ini menyedihkan. Itu nampak dari defisit neraca berjalan, defisit neraca perdagangan, ketergantungan pada investasi asing, baik langsung maupun portofolio.
Ini berarti kata pengamat ekonomi dan Kebijkan Publik Ichsanuddin Noorsy usai menjadi pembicara dalam Seminar Indonesia Darurat Korupsi dan Lauching Web Resmi Forum Akademisi Indonesia (FAI) di Kampus Bina Sarana Informatika (BSI) Kalimalang Malang, Jakarta Timur, Sabtu (29/8/2015), Indonesia tidak menguasai sumber daya alamnya, menyerahkan sektor produksi ke tangan asing, dan buruk dalam sektor distribusi seperti tidak memuaskannya indeks kinerja logistik.
Memang benar, hal ini adalah akibat warisan dari pemerintahan sebelumnya. Tapi, melihat fluktuasi harga bahan bakar minyak (BBM), kenaikan tarif listrik, dan meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok, maka hal itu menunjukkan perekonomian yang fundamentalnya sakit kronis bahkan akut.
Sedangkan bagi Indonesia, diragukan sektor riilnya mampu mengimbangi perdagangan di sektor keuangan. Menurutnya, paket kebijakan ekonomi yang diterapkan Pemerintah belum cukup untuk menguatkan nilai tukar rupiah secara stabil.
“Meskipun paket kebijakan ekonomi ini berlaku, tapi rupiah akan tetap mengalami gejolak,” ulasnya.
Noorsy melihat ada beberapa aturan perundangan di bidang keuangan dan perdagangan yang tidak konsisten dan tidak sinergis sehingga perlu diperbaiki. Aturan perundangan itu antara lain, UU No 24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar serta UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Noorsy mengusulkan, agar kedua aturan perundangan tersebut segera direvisi agar kebijakan pemerintah di bidang keuangan dapat menjadi lebih baik.
Terkait masih banyaknya pejabat pemerintah daerah yang takut menggunakan dana anggaran yang tersedia, menurut Dr Abdullah Hehamahua mantan penasehat KPK yang hadir dalam kesempatan yang sama yang terpenting pengawasan dalam melakukan penggunaanya serta sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Pada kesempatan yang sama Hehamahua juga berharap jika pemerintah serius dalam memberantas korupsi , perlu adanya semacam modul bagi para pelajar mulai dari pendidikan yang terendah hingga perguruan tinggi tentang pentingnya memberantas korupsi di Indonesia. Sebagai contoh ia menggambarkan bisa saja dimulai bila menyontek, terlambat itu sebagai bentuk tindakan korupsi.
Launching website FAI
Usai seminar “ Indonesia Darurat Korupsi “ yang dihadiri Direktur Bina Sarana Informatika (BSI) Ir Naba Aji Notosaputro ,mantan penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dr Abdullah Hehamahua, Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik Ichsannuddin Noorsy Bsc,SH,Msi dan dewan penasehat Forum Akademi Indonesia (FAI) Farouk Abdullah dilanjutkan dengan peluncuran web resmi FAI.
FAI sendiri menurut Farouk merupakan suatu wadah yang baru dibentuk empat bulan lalu , untuk bertukar ide dan gagasan oleh para akademisi maupun profesional terhadap masalah yang ada . “ Sehingga dengan adanya wadah ini dapat mengumpulkan pemikiran dan dapat memberikan rekomendasi kebijakan.