Rabu, 1 Oktober 2025

Program Biodiesel Dikhawatirkan Terjegal di Aturan Teknis

Jika tidak ada aturan yang menyeluruh dari hulu hingga hilir justru akan menghambat.

Penulis: Hendra Gunawan
http://web.cals.uidaho.edu/
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Program pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) harus dilakukan dalam jangka panjang dan tidak bisa dengan kebijakan sepengal-sepenggal tanpa diikuti aturan lainnya.

Program ini juga membutuhkan regulasi yang jelas dari pemerintah. Pasalnya jika tidak ada aturan yang menyeluruh dari hulu hingga hilir justru akan menghambat.

“Saya tidak yakin apakah sekarang ada stretegi atau tidak untuk itu perlu dibuat strateginya karena menghadapi energy. Kebijakan tanpa diimbangi peraturan akan menghambat,” kata Chairman Indonesia Institute for Clean Energy Lulu Sumiarso, Kamis (2/7/2015).

Kabijakan secara menyeluruh hingga ke pemerintah daerah sangat diperlukan karena dukungan pemerintah daerah, menurut Lulu sangat diperlukan terutama untuk memfasilitasi pemasaran bio diesel.

“Pengembangan bio energy ini terkesan mahal jika dibandingkan dengan harga BBM di Jakarta dan jawa. Akan tetapi jika dibandingkan dengan harga BBM di local setempat misalnya Papua tentunya tidak akan mahal,” tambah Lulu.

Pemerintah sudah seharusnya menentukan kemana arah kebijakan energy dan pengembangan bahan bakar nabati tersebut sehingga arah peraturan pendukungnya yang ditetapkan bisa terarah. Lulu mencontohkan seperti sebuah orchestra maka masing-masing pembuat kebijakan harus mengerti peraturan sehingga tercipta harmoni.

“Harus ada visi energy yang jelas dan menyeluruh mengurangi peran energy fosil. Seperti pada orkrestra siapa melakukan apa untuk mewujudkan visi tersebut,” tegasnya.

Salah isu yang sangat teknis dan krusial adalah mengenai penetapan Harga Indeks Pasar Biodiesel. Apa pun kalkulasi ekonominya, pembuat kebijakan teknis harus mengingat semangat dasarnya adalah mengembangkan BBN dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap BBM impor.

Ketua DMSI Derom Bangun menegaskan pemerintah tidak boleh tinggal diam dalam penetapan harga yang dilakukan Pertamina sehingga target penyerapan biodiesel di pasar domestik sebesar 3 juta Kiloliter (KL) bisa terpenuhi. "Secara teoritis 10% harusnya 3 juta KL atau 2,8 juta ton CPO," ujarnya.

Saat ini, produsen biodiesel merugi akibat Pertamina menggunakan Mean of Platts Singapore (MOPS) alias harga minyak Singapura sebagai harga dasar biodiesel. Kejatuhan harga minyak bumi sampai di kisaran US$ 50/barrel membuat produsen biodiesel rugi. Sebab harga CPO masih USD 665/ton. Dengan menggunakan patokan MOPS, Pertamina hanya membeli biodiesel dengan harga sekitar US$ 500/ton.

Tags
biodiesel
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved