Ini Alasan Bulog Tak Dapat Kendalikan Harga Beras
Perum Bulog mengaku tidak sepenuhnya dapat mengintervensi harga beras di pasar, ketika sedang mengalami kenaikan cukup tinggi.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perum Bulog mengaku tidak sepenuhnya dapat mengintervensi harga beras di pasar, ketika sedang mengalami kenaikan cukup tinggi.
Hal ini dikarenakan, pasokan beras di Bulog hanya sekitar 5,7 persen dari total produksi beras.
Direktur Pelayanan Publik Perum Bulog, Lely Pelitasari, mengatakan berdasarkan pengalaman dan melihat data selama 20 tahun ke belakang. Pengadaan gabah dan beras di Bulog hanya 5,7 persen dan paling tinggi hanya 8,7 persen pada 2009.
"Yang idealnya itu, melihat luar negeri yang produsen utama padi. Kapasitas pemerintah itu minimal 10 sampai 11 persen, kalau mau intervensi. Kalau kajian Kementan itu, cadangan idealnya 1,5 juta sampai 1,8 juta ton," ucap Lely, Sabtu (23/5/2015).
Selain itu, dalam pelaksanaan intervensi harga. Bulog tidak bisa langsung menyalurkan beras di pasar secara langsung, tetapi tindakan ini harus mendapatkan dari otoritas terkait.
Lely menjelaskan, jika operasi pasar merupakan intruksi Kementerian Perdagangan, kemudian penyalurkan beras miskin diintruksikan oleh Kemenko PMK dan Kemensos.
"Jadi Bulog ini hanya operator pemerintah, bapaknya banyak tapi ibunya tidak ada," ujar Lely.
Sementara itu, dalam penyerapan gabah dari petani, kata Lely, Bulog memberlakukan empat saluran. Pertama, yaitu dengan Unit Pengelolaan Gabah dan Beras (UPGB).
Kedua, melalui mitra kerja penggilingan yang 90 persen merupakan penggilingan kecil. Ketiga, melalui Satgas Bulog, dan terakhir dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).