Mantan Wartawan Kini Berbisnis Keripik Pare Beromzet Belasan Juta Rupiah Per Hari
Setelah sekian kali berselancar di dunia maya, pilihannya jatuh kepada buah pare.
TRIBUNNEWS.COM - Buah pare identik dengan sayur yang rasanya pahit di lidah. Meski dikenal menyehatkan, banyak orang tak kuat rasa pahitnya. Di tangan M Sofyan Hadi, pare dikreasi menjadi camilan gurih, tapi tetap menyehatkan.
"Saya lama tinggal di Surabaya, di sana teman-teman dari Malang banyak yang berkreasi dengan keripik buah. Saat diminta orangtua untuk menetap di sini, saya terpikir untuk bikin keripik, tapi ingin cari bahan yang lain, dan lebih menyehatkan," ujar Sofyan, sembari mengurai pare yang baru saja digoreng, di tempat usahanya, di Dukuh Bareng Bempling, Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo, Minggu (22/2/2015).
Ia pun rajin browsing di internet, untuk mencari alternatif bahan keripik yang hendak dibuatnya. Setelah sekian kali berselancar di dunia maya, pilihannya jatuh kepada buah pare.
"Pare itu menyehatkan, bermanfaat untuk menormalkan gula darah, atau dengan kata lain untuk meringankan kerja pankreas," ujar alumnus Universitas Negeri Surabaya (Unesa) ini.
Namun problemnya, karena rasanya yang begitu pahit, banyak orang yang ogah-ogahan mengonsumsi pare. Dia pun mencari cara, bagaimana mengurangi rasa pahit pare.
"Dari berbagai percobaan, akhirnya ketemu. Caranya ternyata mudah, pare yang telah dirajang direndam dengan daun kudo selama dua hari," ucapnya.
Setelah itu, pare kemudian dijemur dan digoreng. Untuk mendapatkan hasil maksimal, penggorengan dilakukan dua kali.
"Usai digoreng yang pertama, pare diangin-anginkan, baru kemudian digoreng lagi biar bisa benar-benar crispy atau kriuk," urai pria, yang pernah menggeluti profesi wartawan selama kurun waktu 1998 hingga 2014 ini.
Hasil kreasinya ini kemudian ia uji coba untuk dikonsumsi sendiri dan orang di lingkungan terdekatnya. Hasilnya, ternyata cukup memuaskan.
"Setelah saya rutin mengonsumsi, pusing-pusing yang sering saya alami berkurang drastis. Ada juga tetangga yang punya gula darah tinggi saya kasih untuk dicoba, ternyata setelah menghabiskan tiga bungkus gula darahnya berangsur normal," cerita bapak dua anak ini.
Puas dengan hasil uji coba, ia pun mulai berani memasarkan keripik pare kreasinya ini ke berbagai toko. Sesuai harapan, responsnya cukup bagus, bahkan banyak toko oleh-oleh di Kudus yang turut memesan.
"Tak hanya itu, hampir semua apotek di Kudus juga berminat memasarkan, sudah banyak yang pesan," ujarnya.
Bahkan, kini ia mulai kewalahan memenuhi permintaan pasar. Saat ini, banyak pesanan datang dari luar kota. Antara lain, Semarang, Surabaya, Jakarta, Bandung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Palembang, Medan, dan beberapa kota lainnya.
Kendala yang dihadapi saat ini, menurut dia, adalah kurangnya bahan baku. Memang, yang ia gunakan tak sembarang jenis pare, melainkan jenis pare Thailand atau dikenal juga dengan sebutan pare landak.
"Sekarang saya kerja sama dengan petani di sekitar sini, sudah ada sekitar lima petani plasma yang siap bekerjasama," ujarnya.