Uang Tunggu Haji Capai Rp 22 Triliun
Bisa juga diinvestasikan menjadi sukuk, surat berharga syariah, yang nantinya profitnya digunakan juga untuk meringankan yang naik haji
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Dana tunggu haji di Indonesia mencapai Rp 22 triliun. Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Republik Indonesia mengatakan dana ini bisa dimanfaatkan selama tidak dikorupsi. BPK pun ingin mempelajari bagaimana tindakan Malaysia terkait manajemen haji.
Perihal manajemen haji menjadi salah satu bahasan dalam pertemuan teknis ke-12 antara BPK RI dengan Jabatan Audit Negara (JAN) Malaysia. Pertemuan ini juga terkait pemeriksaan lingkungan hidup dan pemeriksaan kinerja atas pengelolaan minyak dan gas bumi.
"Uang tunggu haji di Indonesia kan bertahan sampai 10-12 tahun. Ini bisa dimanfaatkan selama tidak dikorupsi. Ada juga permasalahan seperti monopoli katering dan pemondokan," ujar Ali Masykur Musa, anggota BPK RI saat konferensi pers di Hotel Grand Royal Panghegar, Minggu (16/2/2014).
Ali mengatakan tempat pemondokan jemaah haji Indonesia tak selalu dekat dengan tanah suci. Indonesia perlu belajar kepada Malaysia yang bisa mendapat tempat pemondokan lebih dekat.
"Uang Rp 22 triliun tersebut bisa digunakan lebih awal untuk sewa. Bisa juga diinvestasikan menjadi sukuk, surat berharga syariah, yang nantinya profitnya digunakan juga untuk meringankan yang naik haji," tuturnya.
Tata ruang dan manajeman hutan Indonesia, kata Ali, juga penting. Ada dua penyebab bencana di Indonesia, yakni perubahan iklim dunia dan kesalahan tata kelola.
"120 ribu hektare di Indonesia alih fungsi untuk pemukiman, industri dan lain-lain. Deforestasi tidak kurang dari 1,1 juta hektare untuk industri pertambangan dan perkebunan. Ini menyebabkan hutan kita perlu reboisasi," tutur Ali.
Soal minyak bumi, lanjut Ali, Indonesia memiliki kemampuan lifting sebanyak 850 ribu barrel per hari. Indonesia harus impor 600 ribu barrel per hari. Transaksi yang terus berjalan, menyumbangkan inflasi karena menggunakan mata uang dolar. Nilai tukar rupiah terhadap dolar pun mencapai Rp 12.000.
"Indonesia dan Malaysia saling belajar soal ini. Saat Orde Baru, Petronas belajar ke Pertamina. Nah sekarang bagaimana Petronas mampu mengembangkan sumur hingga ke luar negeri, Indonesia harus belajar. Melalui pertemuan teknis ini, kami saling bertukar pengalaman," ujar Ali.
Deputy Auditor General JAN Malaysia, Dato' Haji Anwari bin Suri, mengatakan Malaysia dan Indonesia menggunakan garis panduan yang sama dalam audit. "Kami perlu berbincang bersama, dari implementasi dan lain-lainnya," ujar Anwari. (feb)