Senin, 6 Oktober 2025

Internasional Mulai Lirik MRA Dengan Indonesia

Kebijakan Indonesia memperketat impor produk-produk hortikultura rupanya mendorong banyak negara menginginkan perjanjian kerjasama

Editor: Hendra Gunawan
zoom-inlihat foto Internasional Mulai Lirik MRA Dengan Indonesia
Tribun Jogja/Yudha Kristiawan
Ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kebijakan Indonesia memperketat impor produk-produk hortikultura rupanya mendorong banyak negara menginginkan perjanjian kerjasama Mutual Recognition Agreement (MRA). Tujuannya agar produk hortikultura mereka bisa masuk Indonesia dan lebih kompetitif. Antara lain masuk lewat Pelabuhan Tanjung Priok.

Seperti telah ditulis harian ini, Pemerintah memang memperketat masuknya produk pertanian impor demi melindungi petani di dalam negeri. Selain menetapkan kuota, juga ada pembatasan pelabuhan masuk. Diantaranya Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta.

Menurut Banun Harpini, Kepala Badan Karantina Pertanian, Kementrian Pertanian, beberapa negara yang meminta ada MRA dengan Indonesia adalah China untuk produk bawang putih, Thailand (bawang merah) dan Pakistan (jeruk Kino). Dua negara lain yang sedang mengajukan MRA adalah Belanda untuk bawang bombay dan Perancis untuk Apel. Tahun lalu, Indonesia mengimpor bawang bombay dari Belanda sebanyak 11.940 ton. Sedangkan impor apel dari Perancis pada 2012 mencapai 1.029 ton.

Meski demikian, pemerintah bersikap hati-hati dan belum menyetujui permintaan-permintaan kerjasama perdagangan itu. "Kita lihat dulu mana yang jadi prioritas nasional dan neraca perdagangannya," ujarnya.

Sekedar mengingatkan, sejak akhir tahun lalu pemerintah memperketat impor hortikultura. Impor hortikultura hanya boleh masuk lewat empat pintu masuk yakni Tanjung Perak (Surabaya), Pelabuhan Belawan (Medan), Pelabuhan Makasar dan Bandara Soekarno Hatta (Jakarta).

Menurut Banun, Hanya negara yang memiliki perjanjian MRA dan Country Recognition Agreement (CRA). Sampai saat ini, negara yang memiliki perjanjian MRA dengan Indonesia adalah Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru.

Kafi Kurnia, pengamat hortikultura meminta supaya pemerintah lebih tegas memberikan status MRA artinya tidak sembarangan. Sebab, jika satu negara diberikan MRA, negara lainnya juga akan mengikuti. "Selain Belanda dan Perancis, Chili juga meminta MRA untuk buah anggur," kata Kafi.

Banun melanjutkan, supaya bisa masuk lewat Tanjung Priok, tidak hanya berbekal MRA atau CRA. Ia menambahkan negara yang sudah mengantongi perjanjian Pest Free Area Recognition (PFAR) juga bisa masuk Tanjung Priok. Pemerintah akan memberikan PFAR kepada Pakistan dengan komoditas jeruk kino.

"PFAR ini akan jadi kita mengakui kebun produksi mereka bebas penyakit yang paling berbahaya dari komoditas tersebut," kata Banun.

Tingkatkan Daya Saing

Dihubungi secara terpisah, Khafid Sirotuddin, Ketua Umum Asosiasi Eksportir-Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia (Aseibssindo) mengatakan, Indonesia harus membenahi infrastruktur dan daya tahan untuk menghadapi persaingan perdagangan global tersebut. "Hal ini tidak terhindarkan," katanya.

Karena itu, Khafid berharap, pemerintah dapat mengintegrasikan bisnis bersama seluruh pemangku kepentingan untk meningkatkan daya saing produk buah dan sayur Indonesia. "Harus meningkatkan kualitas dan kuantitas produk nasional," ujar Khafid.

Khafid menekankan pentingnya membenahi infrastruktur yang mendukung kelancaran distribusi produk buah dan sayur.

Selain infrastruktur, faktor permodalan adalah hal yang dianggap krusial bagi para petani. "Saat ini perbankan menerapkan bunga rata tanpa melihat sektor. Padahal pertanian adalah sektor yang butuh pinjaman modal dengan bunga yang ringan," katanya.

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved