BI Harus Pikir Ulang soal Akuisisi Danamon yang Abaikan Aturan
Akademisi mengkritisi rencana akuisisi 67,37% saham PT Bank Danamon Tbk (BDMN) oleh Development Bank of Singapore
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akademisi mengkritisi rencana akuisisi 67,37% saham PT Bank Danamon Tbk (BDMN) oleh Development Bank of Singapore (DBS) Group Holding Ltd dari Singapura.
Akuisisi yang dilakukan tanpa mengindahkan peraturan yang berlaku di Indonesia akan mengancam industri perbankan nasional. Bank Indonesia harus berpikir ulang untuk menyetujui akuisisi tersebut.
"Mereka yang berusaha memuluskan jalan bagi akuisisi Bank Danamon oleh DBS ini mesti berpikir ulang soal kepentingan negara dan bangsa, khususnya, industri keuangan nasional," kata akademisi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Aris Yunanto kepada wartawan di Jakarta, Senin (13/5/2013).
Lebih lanjut Aris mengatakan, secara hukum, model akuisisi itu melanggar Peraturan Bank Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang kepemilikan saham bank yang menyebutkan investor asing boleh menguasai saham bank maksimal 40 persen. Pemegang saham boleh menambah kepemilikan sahamnya jika memenuhi penilaian BI selama tiga periode berturut-turut dalam kurun lima tahun.
"Jika akuisisi ini diloloskan tanpa ada pembatasan yang jelas dan tegas maka dipastikan akan mengancam industri perbankan nasional. Kekuatan modal yang luar biasa dari DBS akan dengan leluasa memasuki berbagai sektor," ujar Aris.
Dia mencontohkan, Bank Danamon yang cukup kuat di sektor ritel telah masuk hingga ke tingkat kecamatan melalui unit pembiayaan mikro. Jika DBS masuk maka intensifikasi dan ekspansi di tingkat mikro akan semakin besar dan mematikan bank nasional.
Aris juga menyoroti soal ketidaksetaraan perlakuan antara bank asing dan bank nasional. Bank asal Indonesia misalnya amat sulit untuk membuka cabang operasional dan menjalankan layanan ATM di negara lain seperti Singapura, sementara bank seperti DBS bisa leluasa melakukan aksi korporasi terhadap bank nasional.
"(Akuisisi) harus dengan sangat terbatas dan memperhatikan juga asas resiprokal," tegasnya.
Hingga saat ini BI dan Monetary Authority of Singapore (MAS) masih membahas mengenai akuisis tersebut. Namun, Gubernur BI Darmin Nasution pada Senin pekan lalu mengatakan sebelum masa jabatannya berakhir pada 22 Mei mendatang, akuisisi itu sudah tuntas.
Rencana akuisisi senilai US$7,2 miliar yang diajukan sejak 2012 itu kini merembet tak hanya menjadi isu keuangan tetapi menjadi persoalan politik menyangkut kedaulatan perekonomian nasional. Apalagi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam acara Thomson Reuters Newsmaker di Singapura, Selasa 23 April 2013, berkata keputusan atas rencana akuisisi itu harus dilakukan secepatnya. Sehari sebelum mengeluarkan pernyataan tersebut, SBY mendapatkan gelar doktor kehormatan (honorary doctorate of letters) dari Nanyang Technological University (NTU), Singapura.
Secara terpisah Jumat lalu, Director and Chief Financial Officer Bank Danamon Vera eve Lim mengatakan, Danamon hingga sekarang masih terus menunggu perkembangan terkait usulan DBS yang akan menggandeng Danamon untuk masuk ke grup DBS.
PT Bank Danamon Indonesia, Tbk. yang didirikan pada 1956 ini hingga 30 September 2012 memiliki lebih dari 3.200 kantor cabang dan titik unit penjualan termasuk unit Danamon Simpan Pinjam (DSP), unit Syariah serta kantor-kantor cabang anak perusahaannya.
Danamon juga memberikan kepada nasabahnya akses ke lebih dari 30.000 ATM, termasuk melalui kerjasama dengan ATM Bersama dan ALTO di 33 provinsi di Indonesia. Hingga akhir Maret 2013 jumlah aset yang dimilikinya mencapai sebesar Rp153,8 triliun.
Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Bank Danamon Indonesia Tbk (Danamon) yang berlangsung di Jakarta, Jumat (10/5/2013), menyetujui laporan tahunan dan laporan keuangan perseroan tahun buku 2012 yang membukukan laba bersih setelah pajak sebesar Rp4 triliun. Laba bersih ini didukung oleh pertumbuhan kredit di segmen pasar massal, segmen usaha kecil dan menengah (UKM) serta segmen komersial