Waktu Kecil Saya Tidak Mau Dipanggil Dengan Nama China. Kini Saya Paham Alasannya
Lin Fu Zhen, nama pemberian kakek saya yang merantau dari China, selalu saya tolak karena terdengar berbeda dengan nama-nama Indonesia…

Sekolah-sekolah Tionghoa juga ditutup.
Pada zaman Presiden Suharto, orang Tionghoa dipaksa untuk berasimilasi dengan mayoritas warga Indonesia.
Selama lebih dari tiga dekade, orang Tionghoa hanya dapat merayakan Tahun Baru Imlek dan kegiatan keagamaan secara tertutup, atau bersama keluarga.
Kebijakan asimilasi ini berlaku selama bertahun-tahun, dan berperan dalam kekerasan yang menargetkan warga Tionghoa dalam kerusuhan intens yang berlangsung dalam waktu dua hari.
Unjuk rasa dan kerusuhan mahasiswa besar-besaran terjadi di Indonesia pada tanggal 13 Mei 1998.
Amarah terhadap pemerintahan otoriter Suharto atas isu-isu seperti korupsi, kekurangan pangan, dan pengangguran massal dilampiaskan kepada warga Tionghoa.
Toko dan rumah mereka jadi sasaran.
Komunitas etnis Tionghoa ditargetkan karena stereotip mereka sebagai orang kaya. Sebagian dituduh sebagai penyebab keruntuhan ekonomi setelah krisis keuangan Asia.
Setidaknya 1.000 orang tewas dan 400 perempuan etnis Tionghoa dilaporkan diperkosa dalam dua hari yang brutal di Jakarta.
Ketika semuanya terjadi, usia saya masih satu tahun. Saya tidak tahu apa-apa.
Mungkin ketika semua ini terjadi, saya sedang bermain atau tidur siang di ruko orang tua saya di Lampung.
Ketika beranjak dewasa, saya mempelajari bahwa ketegangan ini juga terjadi di daerah selain ibu kota.
Papi mengatakan dulu beberapa perumahan di Lampung yang dihuni banyak warga Tionghoa dikawal petugas keamanan.
Namun, kami lebih beruntung daripada saudara-saudara kami di Jakarta, yang tinggal lebih dekat dengan titik kerusuhan.
Sepupu saya Jessica Salim tinggal di daerah yang sekitar 90 persen penduduknya adalah orang Tionghoa.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.