Selasa, 30 September 2025
ABC World

Umar Patek Mengaku Menjalani Program Deradikalisasi, Ini yang Kami Ketahui Tentang Program Tersebut

Pembuat bom Bali, Umar Patek, yang bisa segera bebas bersyarat mengatakan akan membantu Pemerintah Indonesia dalam program deradikalisasi…

"Saya jadi paham bahwa masalah sosial di masyarakat itu tidak hitam-putih, ada kompromi dan akomodasi dalam mengatasi perbedaan masyarakat, sementara sebagai teroris dulu saya merasa saya berpikir secara eksakta, … pokoknya kalau saya benar kamu salah, dan sebaliknya."

Selain itu, Sofyan mengatakan ada juga tokoh-tokoh agama yang didatangkan dan memberikan perspektif baru soal praktik beragama dan toleransi.

Tidak semua program tepat sasaran

Hendro Fernando alias Abu Jasyi bergabung dengan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang berafiliasi ke ISIS tahun 2014, sebelum ia ditangkap tahun 2016, sehari setelah teror bom Thamrin Jakarta.

Ia divonis 6 tahun 2 bulan atas tindak pidana terorisme karena memasok senjata api, merekrut dan memberangkatkan ratusan warga negara Indonesia ke Suriah, dan berperan dalam pendanaan MIT.

Sama seperti Sofyan, ia juga menjalani program deradikalisasi saat ditahan, sebelum mendapat remisi dan keluar penjara setelah menjalani 4 tahun 10 bulan masa tahanan.

Namun, Hendro mengatakan tidak semua program deradikalisasi yang didapatnya dinilai tepat sasaran.

"Saat saya ditahan di Lapas Gunung Sindur, misalnya. Pihak Badan Pemasyarakatan langsung datang dengan ideologi Pancasila, padahal ketika itu saya masih sangat tertutup, ideologi saya masih kuat dan radikal … akhirnya saya resisten."

Hendro mengatakan baru saat ia dipindahkan ke Lapas Nusa Kambangan, ia mengalami deradikalisasi.

"Di sana ada program yang namanya ‘Safari Dakwah’ yang diinisiasi densus tiga kali seminggu, dan dibawakan oleh napi teroris yang sudah kembali setia pada NKRI tapi masih ditahan."

Pendekatan melalui sesama napi teroris ini menurut Hendro lebih mengena dalam proses deradikalisasi.

"Saya merasa suasananya lebih cair dibanding kalau bertemu dengan petugas dari BNPT atau Kementerian Agama sehingga saya merasa nyaman bertukar pikiran."

Selain banyak bertanya, Hendro juga kerap meminta buku-buku bacaan, sampai akhirnya ia mengenal dan memahami ilmu agama di luar ISIS.

Merah, kuning, hijau

Sejak ditangkap sampai menjalani hukuman, para napi teroris terus dinilai oleh berbagai instansi.

Dyah menjelaskan, para napi teroris biasanya diklasifikasikan oleh densus ke kategori merah, kuning, dan hijau.

Merah adalah napi teroris yang masih ekstrem, berpaham radikal, dan dinilai tidak kooperatif, sementara hijau adalah mereka yang sudah berbalik dan kooperatif dan biasanya sudah menarik ektremismenya dengan berikrar setia pada NKRI.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved