Warga Tionghoa Sering Terlepas dari Keluarganya Ketika Memeluk Islam
Islam dan Tionghoa seringkali dipandang sebagai dua identitas yang tidak sesuai dalam konteks masyarakat Indonesia. Banyak Muslim…
Anton juga sudah dijauhi keluarga bahkan sebelum ia memeluk Islam dan hijrah ke Jakarta, tepatnya ketika ia bebas dari masa hukuman pertamanya di Medan.
Ia pernah membuat geger publik karena mengunjungi keluarga napi Bom Bali, Amrozi dan Imam Samudera, sebelum keduanya dieksekusi tahun 2008.

Anton juga mendeklarasikan diri sebagai penasehat bagi Front Pembela Islam (FPI) serta menjadi ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI).
Kisah Syafi\'i Antonio dan Anton Medan mewakili keberagaman identitas Muslim Tionghoa yang ditampilkan Wai Weng dalam bukunya.
Penulis dan peneliti Tionghoa asal Malaysia itu menyampaikan bahwa tidak ada satu cara tunggal dalam berislam yang dipraktekkan Muslim Tionghoa Indonesia. Bahkan dalam urusan mengelola masjid.
"Setiap masjid Tionghoa punya cerita yang sangat berbeda. Ada yang dipegang orang Tionghoa, ada yang dipegang orang NU, ada Muhammadiyah. PKS juga ada. Jadi beragam," ujar Wai Weng dalam diskusi "Berislam ala Tionghoa" di Jakarta, pekan lalu, yang membedah karyanya itu.
Di era pasca reformasi, Muslim Tionghoa juga banyak yang terjun ke politik dengan bergabung ke partai.
"Di Jatim (Jawa Timur) PKB, di Jogja PAN, di Jakarta PKS. Mereka ikut politik," kata Wai Weng.
Studi lapangan yang menjadi latar diterbitkannya "Berislam ala Tionghoa" sendiri dilakukan Wai Weng di tahun 2008-2009.
Bermulanya identitas Muslim Tionghoa
Wai Weng menjelaskan, sejarah identitas Tionghoa Muslim di Indonesia memiliki lima periode yang berbeda, dimulai dari abad 15-16, kemudian masuk ke periode kolonial Belanda, era 1900an hingga kemerdekaan, periode Orde Baru serta pasca Orde Baru.
Tiap periode memiliki karakter yang berbeda. Periode abad 15 misalnya, Muslim Tionghoa terlibat dalam penyebaran Islam di Jawa. Sementara di era Orde Baru, di mana etnis Tionghoa terdiskriminasi secara sistematis dan dikaitkan dengan komunisme China, kondisinya jauh berbeda.
"Untuk menghindari tuduhan sebagai komunis atau eksklusif, banyak orang Tionghoa melakukan konversi ke agama-agama yang dianut oleh mayoritas orang Indonesia," tulis Wai Weng di halaman 65 "Berislam ala Tionghoa".
Identitas Muslim Tionghoa, kata peneliti dari Universiti Kebangsaan Malaysia ini, kala Orde Baru muncul sebagai identitas peralihan.
Menurut peneliti etnis dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Thung Ju Lan, pergeseran warga Tionghoa di Indonesia terhadap agama pada rezim Soeharto sangat dipengaruhi oleh sikap Pemerintah terhadap etnisnya, bukan agamanya.