Lima Puluhan Pengungsi Pulau Manus Memulai Hidup Baru di AS
Sambil berdiri di dalam sebuah kamar yang hampir kosong, Abdul Ghafar Ghulami membuka resleting tas ranselnya.
"Masih mengalami mimpi buruk, dan saya merasa masih berada di sana."
Mereka berusaha tetap optimistis agar bisa melangkah maju.
"AS adalah negara yang penuh peluang," kata Jawad sambil tersenyum.
"AS adalah negara tempat Anda bisa mendapatkan pekerjaan bagus, atau mendapatkan pendidikan yang bagus jadi itu benar-benar tergantung pada orangnya," sebutnya.
Baik Jawad maupun Abdul tidak tahu banyak tentang kota baru mereka. Jawad mendaftar hal-hal yang ia tahu tentang Kentucky; yaitu KFC, wiski dan pacuan kuda.
Penjara lebih baik daripada Pulau Manus
Kedua pria itu bersikeras mereka kehilangan minat untuk menetap di Australia sejak lama, mengingat masa tinggal mereka di Pulau Manus selalu terganggu.
"Bahkan penjara lebih baik. Mengapa? karena penjahat tahu berapa lama mereka harus tinggal di sana, tapi kami tak tahu hal itu," ceplosnya.
Pihak berwenang mengatakan, mereka berencana untuk menutup pusat penahanan Pulau Manus pada akhir Oktober.
"Itu bukan satu bab cerita yang setelah selesai dapat anda tutup begitu saja lalu semuanya menjadi sejarah," kata Jawad.
"Australia membuat sejarah kekejaman ... dan orang-orang akan mengingat hal ini."
Sejauh ini, hanya 54 pengungsi dari Papua Nugini dan Nauru yang telah menetap di AS.
Abdul mengatakan, ia masih berhubungan dengan banyak temannya di Pulau Manus, dan mereka mengatakan kondisinya semakin memburuk.
"Saya sangat senang saat ini, tapi kebahagiaan saya tidak lengkap sampai semua teman saya keluar dari sana dan merasa bebas dan bermukim di manapun mereka mau dan saya pikir itu akan menjadi hari bahagia saya yang lengkap," ujar Abdul.