Wabup Cianjur Tak Terpengaruh Laporan LSM
Wakil Bupati Cianjur, tak terpengaruh adanya pelaporan sejumlah LSM ke pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tentang penyalahgunaan wewenang.
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku M Guci Syaifudin
TRIBUNNEWS.COM, CIANJUR - Wakil Bupati Cianjur, Suranto tak terpengaruh adanya pelaporan sejumlah LSM ke pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tentang penyalahgunaan wewenang.
Menurutnya, hal itu merupakan hak masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya. "Terima kasih ada yang mengoreksi saya. Namun saya melihat pelaporan itu hanya perbedaan persepsi dalam memahami peraturan," kata Suranto kepada wartawan di ruang kerjanya, Jumat (8/3) pagi.
Suranto menjelaskan, yang dilakukannya ketika menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cianjur sudah sesuai dengan aturan. Karena itu ia membantah jika melangkahi wewenang Bupati Cianjur kala itu.
"Harus dipahami ada dasar hukumnya, yakni perda no 17 tahun 1999 yang menyatakan jasa pelaksana dan jasa rumah sakit diatur direktur rumah sakit dan pelaksanaannya tidak perlu diketahui bupati," ujar Suranto.
Lebih lanjut, kata Suranto, perbup yang mengatur renumerasi masih dalam proses pembuatan. Karena itu Suranto waktu itu memilih menggunakan perda yang sampai saat ini masih berlaku sampai sekarang.
"Persoalan itu pun sudah saya konsultasikan ke Depdagri sebelumnya karena renumerasi itu hak karyawan. Sebab kalau menunggu perbup akan ada kegelisahan. Dan saya menggunakan perda yang masih berlaku itu," ujarnya seraya mengatakan perda tersebut.
Sebelumnya, Sejumlah elemen masyarakat dari Kabupaten Cianjur mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar di Bandung, Kamis (7/3). Mereka diantaranya LSM Komunitas Pemuda Cianjur (Kompac), Forum Lintas Pelaku Independen (Follic), LBH Nusantara Cianjur dan Nahdlatul Institute Cianjur.
Mereka datang ke Kejati Jabar untuk melaporkan Wakil Bupati (Wabup) Cianjur Suranto terkait dugaan tindak pidana korupsi pemberian remunerasi bagi pejabat di RSUD Cianjur sebesar Rp 2,8 Miliar.
Ketua LSM Kompac Dedi Mulyadi mengatakan, anggaran remunerasi itu dicairkan saat Suranto masih menjabat sebagai Dirut RSUD Cianjur melalui SK Direktur nomor : 455/Kep.04.1/RSUD/2009 tanggal 20 Januari 2009 tentang penetapan remunerasi bagi pejabat dan pengelola pegawai di lingkungan RSUD Cianjur.
"Pencairan itu tidak berdasarkan Surat Keputusan Kepala Daerah," kata Dedi seusai melapor ke Kejati Jabar, kemarin.
Menurut Dedi, pemberian remunerasi itu berupa insentif yang diberikan pada bulan Mei 2009 dengan mengambil dana yang dianggarkan di belanja jasa pelayanan kesehatan.
"Saat pelaksanaan dibuat tanpa persetujuan kepala daerah sehingga tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Dibuat sepihak tanpa koordinasi dengan pimpinan daerah dan sangat bertentangan dengan peraturan pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum," kata Dedi.
Pihaknya kata Dedi, sudah meminta konfirmasi langsung kepada RSUD Cianjur pada tanggal 30 Januari silam, namun hingga kini tidak pernah ditanggapi terkait penyaluran dana remunerasi tersebut.
Ketua LBH Nusantara Cianjur, Bily Rahmadana dan Ketua Nahdatul Institute, Tibyanul Arifin yang ikut melapor berharap Kejati Jabar menindaklanjutinya dengan menurunkan tim untuk melakukan pendalaman pada kasus ini.
"Kita harapkan Kejati turun tangan dan menyelidiki agar kasus yang merugikan keuangan negara ini bisa terungkap dan pelakunya diseret ke peradilan," kata Bily.
Aspidsus Kejati Jabar Jaya Kesuma mengatakan, pihaknya akan mempelajari laporan dari warga tersebut. Prinsipnya kata Jaya, Kejati terbuka terhadap laporan dari masyarakat.