Rabu, 1 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Ketika Minuman Favorit Bangsawan Yogyakarta Kini Tertindas

- Semburat wangi minuman tercium saat seorang pekerja menuangkan sarsaparila yang telah

Editor: Widiyabuana Slay
zoom-inlihat foto Ketika Minuman Favorit Bangsawan Yogyakarta Kini Tertindas
IST
Sarsaparilla adalah minuman khas dari Yogyakarta berupa limun.

Oleh: Muhammad Musida*

TRIBUNNEWS.COM - Semburat wangi minuman tercium saat seorang pekerja menuangkan sarsaparila yang telah diolah dalam mesin produksi ke dalam botol di pabrik minuman AyHwa, Jalan Pandega Marta 100, Yogyakarta. Sarsaparilla adalah minuman khas dari Yogyakarta berupa limun. Minuman berwarna ungu kecoklatan ini pada masa lalu hingga akhir tahun 70'an pernah menjadi minuman favorit kaum bangsawan Yogyakarta.

Namun belakangan ini semakin sulit didapatkan karena kalah bersaing dengan jenis minuman baru seperti cola dan sejenisnya.

Dahulu ada tiga produsen atau pabrik minuman rasa sarsaparilla yang ternama, yakni Hercules, Manna, dan Jangkar. Kini produsen minuman Sarsaparila itu sudah tutup dan hanya pabrik minuman AyHwa yang masih memproduksi, itupun hanya dalam jumlah terbatas atau dibuat jika ada pesanan saja.

Pemerintah berencana akan mengenakan cukai pada minuman bersoda. Rencana ini menjadi wacana yang hangat didiskusikan antara produsen minuman bersoda karena kebijakan itu akan berdampak pada harga jual dan nasib usaha mereka. Terutama pengusaha minuman bersoda lokal yang kini keadaannya seolah “mati enggan, hidup tak mau”.

Saat ini, banyak pengusaha minuman soda atau yang disebut limun sudah mati padahal dulu pernah mengalami masa keemasan dan amat digemari. Contohnya adalah industri rumahan minuman soda rasa sarsaparila di Yogyakarta ini.

Adalah A. Hendrawan Judianto, pemilik minuman soda merek Indo Sarsaparilla. “Kami pendatang baru lalu mau ada cukai, ya kami berharap pemerintah sebagai mana seharusnya pemerintah yang bijak” kata Hendrawan.

Hendrawan tidak berlebihan. Dia memang terbilang beberapa tahun membangun bisnis minuman yang di masa lalu menjadi minuman bangsawan Jogja itu.

“Kami baru membangun usaha ini dan baru mau membangun pabrik, bukan menghidupkan usaha lama milik keluraga,” tambah Hendrawan yang mendirikan usaha itu bersama istrinya.

Dia mengaku memang agak bingung ketika mengetahui ihwal rencana pemerintah kenakan cukai, sebab dia adalah pendatang baru di bisnis minuman bersoda. Dia berverota bahwa awalnya mendirikan usaha minuman soda Saparella  karena dia dan istrinya suka minuman Saparella tapi sekarang tidak menjumpai lagi.

“Ya sudah kami bikin sendiri saja sekalian bisnis dan pasarnya ternyata bagus. Kalau soal cukai saya belum mengerti,” katanya saat bincang-bincang di Yogyakarta beberapa waktu lalu.

Hal senada dikatakan Hendra Guwanto, pemilik merek minuman bersoda Ay-Hwa. Berbeda dengan Indo Saparella, Ay-Hwa adalah industri rumahan. Dia mengaku tidak mengerti ihwal pengenaan cukai. “Karena usaha saya ini tinggal nunggu matinya saja, kalau saya masih ngurusi karena eman-eman saja,” katanya.

Hendra benar, karena sejumlah usaha minuman soda di Yogyakarta sudah bertumbangan, mati. Saat ini hanya bisa dijumpai tiga merek, yaitu Indo Saparella, Ay-Hwa dan Minerva. Selain Indo Saparella yang baru dibangun, Ay-Hwa dan Minerva memang sedang menuju mati. Hendra memberi alasan bahwa sulit mempertahankan usahanya kalau ingin tetap asli dengan kemasan botol bertutup keramik dan pengait kawat. “Penyedia essence-nya pun sudah jarang,” tutur Hendra.

Belum lama ini masih ada satu merek lagi minuman bersoda, tetapi belum juga mati. “Tempat pembuatannya sudah saya jual, sekarang jadi hotel”, kata Gito, yang produknya dulu menggunakan merek Manna.

Para pemilik minuman bersoda di Yogyakarta ini hanya berharap pemerintah bersikap arif dan bijak didalam merencanakan sebuah peraturan yang akan diberlakukannya. Dampak sebuah peraturan harus benar-benar dikaji secara mendalam.

“Kami hanya berharap pemerintah lebih bijak dan arif membuat sebuah peraturan. “Bagi kami, jika pemerintah mengenakan cukai pada minuman bersoda, matilah usaha kami,” tutur Hendra mengakhiri perbincangan.

*Penulis lepas dan tinggal di Jakarta

TRIBUNNERS TERBARU

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved