Pemerintah dan DPR Gagal Capai Target Prolegnas
DPR dan Pemerintah hanya sanggup menyelesaikan pembahasan 30 Undang-Undang baru maupun revisi.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dinilai gagal mencapai target Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2012. Sepanjang tahun 2012, DPR dan Pemerintah hanya sanggup menyelesaikan pembahasan 30 Undang-Undang baru maupun revisi.
Demikian hasil evaluasi kinerja legislasi DPR tahun 2012 yang dilakukan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).
Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan PSHK, Ronald Rofiandri, mengatakan jumlah target undang-undang yang harus diselesaikan atau disahkan pada tahun 2012 sebanyak 69 undang-undang. Dengan begitu, terdapat selisih sebanyak 39 UU yang tidak terealisasikan selama tahun 2012.
Meski tak mencapai target, kata Ronald, 30 undang-undang merupakan jumlah terbanyak DPR dan Pemerintah dalam melahirkan produk legislasi baru maupun revisi jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Catatan saja, di tahun 2011, hanya ada 24 Undang-Undang yang berhasil disahkan dari target Prolegnas sebanyak 93 rancangan UU maupun revisi UU.
Sementara di tahun 2010, dari 70 target proglenas, hanya sebanyak 16 UU yang berhasil diselesaikan oleh DPR dan juga pemerintah.
Kegagalan mencapai target dalam melahirkan UU baru maupun perbaikan ini, kata Ronald, terus berulang setiap tahunnya.
Hal itu menurut Ronald karena desain prolegnas tidak mampu mengestimasi kapasitas dan beban kerja DPR maupun juga Pemerintah. Selain itu, menurutnya, juga dikarenakan adanya pembahasan yang alot antara Pemerintah dengan DPR.
Ronald mencontohkan pembahasan yang alot itu yakni RUU Pengelolaan Ibadah Haji. Di satu sisi, Komisi bidang Agama (VIII) DPR mengusulkan agar RUU tersebut dimasukkan dalam Prolegnas 2012. Akan tetapi, Pemerintah lebih mengutamakan RUU Keuangan Haji untuk masuk dalam agenda Prolegnas tahun 2012.
Menurut Ronald, dua materi RUU ini seharusnya cukup diatur dalam satu RUU. Namun, Prolegnas 2010-2014 mencantumkan keduanya secara terpisah. Akibatnya, potensi tumpang tindih sangat besar.
Sama halnya seperti yang terjadi saat penyusunan RUU Perkoperasian dan RUU Lembaga Keuangan Mikro. Ronald menambahkan, meski dinilai menghambat capaian target prolegnas, namun di sisi lain pembahasan RUU maupun revisi UU yang alot akan menghasilkan undang-undang yang berkualitas.
"Sikap pro dan kontra terhadap suatu rancangan undang-undang bukan menjadi sebuah kemunduran. Namun, melalui perencanaan yang baik dan diskusi yang tercipta, akan semakin bemutu kualitasnya sehingga meningkatkan mutu
undang-undang," kata Ronald melalui pernyataan persnya yang diterima wartawan, termasuk Tribunnews.com, Selasa (25/12/2012).