Kamis, 2 Oktober 2025

BP Migas Dibubarkan

Kedudukan UPKHM Migas Mirip Bulog

Kedudukan UPKHM Migas mirip dengan Badan Urusan Logistik (Bulog) sebelum menjadi Perusahaan Umum.

Editor: Gusti Sawabi
zoom-inlihat foto Kedudukan UPKHM Migas Mirip Bulog
Guru Besar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana,

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasca pembubaran BP Migas, pemerintah telah membentuk Unit Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (UPKHM Migas) berdasarkan Peraturan Presiden 95 Tahun 2012. Kedudukan UPKHM Migas mirip dengan Badan Urusan Logistik (Bulog) sebelum menjadi Perusahaan Umum.

"Bulog ketika ini didirikan dengan Keputusan Presiden dan Bulog melakukan transaksi komersial mewakili negara," kata Hikmahanto Juwana, Guru Besar Ilmu Hukum UI, dalam surat elektroniknya yang diterima Tribunnews.com, Jumat (16/11/2012).

Dalam konteks demikian, menurut Hikmahanto, UPKHM Migas bukanlah pihak yang berkontrak dengan pelaku usaha. Adapun yang berkontrak adalah negara. Hal ini karena UPKHM bukanlan badan hukum yang terpisah dari negara.

"Mengingat saat ini negara langsung berkontrak dengan kontraktor maka sebenarnya negara tidak terlindungi bila terjadi sengketa berdasarkan Kontrak Kerja Sama (KKS)," katanya.

Di forum penyelesaian sengketa, apakah Pengadilan ataupun Arbitrase, negaralah yang menjadi pihak tergugat maupun penggugat.

Lebih jauh Hikmahanto mengatakan, permasalahan yang muncul adalah tanggung jawab negara dalam posisinya sekarang adalah tidak terbatas.  Aset negara akan terekspos untuk membayar ganti rugi.  Ini berbeda bila negara hanya pemegang saham di suatu perseroan terbatas atau negara membentuk badan hukum milik negara.

"Tanggung jawab hanya terbatas pada saham yang dimiliki oleh negara atau aset yang dimiliki oleh PT atau BHMN," katanya.

Hikmahanto menandaskan, masalah ini perlu mendapat perhatian oleh pemerintah mengingat investasi dibidang minyak dan gas membutuhkan dana besar.  "Bila ada wanprestasi dari negara maka kompensasi yang diminta akan sebesar dana yang dikeluarkan, ditambah dengan kerugian potensial atau imaterial," ujarnya menegaskan.

Dia mengingatkan, dalam kasus Pertamina melawan Karaha Bodas Company, investasi yang berjumlah 50 Juta Dolar AS dimintakan kompensasi lebih dari 250 Juta Dolar AS. Saat ini Churchill, sebuah perusahaan Inggris, menggugat pemerintah hingga Rp. 18 Triliun. Saat ini ada 350 lebih KKS yang tentu memiliki potensi untuk menjadi sengketa.

"Oleh karenanya setiap sengketa harus diperhatikan sungguh-sungguh karena bila pemerintah kalah berarti kekalahan negara," ujar dia.

Disamping itu, lanjutnya, pelaku usaha dapat meminta ganti rugi yang sangat besar dan bisa menggerus APBN. Jangan sampai negara ‘diperas’ dan menjadi ‘tambang hukum’ melalui berbagai sengketa.

"Di sini pemerintah perlu berpikir keras untuk membuat perlindungan bagi negara pada KKS pasca putusan MK," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved