AMCDRR 2012
Belajar Tanggap Bencana Melalui Film
menggambarkan beberapa bencana yang terjadi di Korea, satu di antaranya banjir yang memporak porandakan daerah Wonju pada tahun 2012.
Laporan Reporter Tribun Jogja, Rento Ari Nugroho
TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Satu dari beberapa acara dalam 5th ASIAN MINISTER CONFERENCE ON DISASTER RISK REDUCTION (AMCDRR) di Jogja Expo Center adalah Festival Film Dokumenter yang akan diputar selama tiga hari, 23 hingga 25 Oktober 2012.
Sineas dari berbagai negara yang tergabung dalam AMCDRR termasuk Indonesia akan menampilkan karya mereka.
Dari 11 judul film bertema disaster, “Memories of Summer Day" (Korea), “The Legend of Krakatau” (Indonesia), dan “Kazol & The Flood” (Bangladesh) mendapat kesempatan untuk diputar dan didiskusikan pada hari pertama, Selasa (23/10/2012).
“Memories of Summer Day” menggambarkan beberapa bencana yang terjadi di Korea, satu di antaranya banjir yang memporak porandakan daerah Wonju pada tahun 2012. Solusi cerdas yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi bencana serupa adalah dengan membangun Water Retaining Facility bawah tanah yang konsepnya hampir sama dengan bendungan. Film ini mendapatkan apresiasi karena tidak sekedar menampilkan potret bencana, namun juga menyuguhkan solusi bagaimana berhadapan dengan bencana tersebut.
Sedangkan “The Legend of Krakatau” lebih memberi gambaran mengenai ledakan gunung Krakatau pada 1887. Letusan gunung berapi yang terletak di Selat Sunda tersebut menjadi tragedi besar yang tercatat dalam sejarah dunia karena berdampak sampai ke seluruh penjuru dunia. Matahari bersinar redup selama dua tahun paska bencana, memicu bencana lanjutan yang tidak kalah dahsyat.
Jika dalam dua film sebelumnya pengunjung hanya dapat menyaksikan film saja, dalam pemutaran film terakhir, “Kazol & The Flood” pengunjung dapat bertemu langsung dengan pemeran utama film berdurasi 10 menit tersebut. Film ini bercerita tentang keterbatasan Kazol, perempuan difable asal Bangladesh yang dicampakkan suaminya setelah mengalami kecelakaan yang memaksa ia duduk di kursi roda. Semula kondisi tersebut membuat ia bergantung pada orang lain. Namun, pada akhirnya, semangat untuk tak lagi membebani orang- orang di sekelilingnya membuatnya menjadi wanita yang mandiri.
“Film berbeda dengan bacaan. Film melihat sesuatu yang bergerak. Semakin bahasa itu binasa maka semakin sukseslah film tersebut” ujar Mr. Beny Benke, juri sekaligus pembicara dalam festival film ini. (MG1/toa)
Baca Juga :
- Mayat Bayi Ditemukan di Sukamenak 13 menit lalu
- 16 Jemaah Haji Jatim Meninggal di Mekkah 28 menit lalu
- Cukup Rp 1.000, Bisa FB-an di Mobil Internet Keliling 56 me