Kamis, 2 Oktober 2025

RUU Keamanan Nasional

RUU Kamnas Dinilai Bisa Bahayakan Pelaku Media

Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) mendapatkan penolakan dari banyak pihak.

zoom-inlihat foto RUU Kamnas Dinilai Bisa Bahayakan Pelaku Media
ISTIMEWA
ILUSTRASI

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) mendapatkan penolakan dari banyak pihak.

Anggota Pansus RUU Kamnas Aboe Bakar Al Habsy menilai, RUU tersebut sebaiknya dibatalkan saja.

"Saya perhatikan banyak aspirasi dari masyarakat, pakar, insan pers, dan LSM yang berkeberatan dengan lahirnya RUU Kamnas. Lebih baik bila pembahasannya dibatalkan saja," kata Aboe Bakar di Jakarta, Kamis (4/10/2012).

Menurut politisi PKS, banyak persoalan yang timbul dari konten RUU itu. Sebab, tuturnya, RUU Kamnas dinilai membahayakan demokrasi, serta lebih bernuansa sekuritas dan berpotensi memberangus kebebasan pers.

"Sehingga, kesan yang timbul, kita akan kembali ke masa lalu. Padahal, cost sosial dan politik di tahun 1998 sangat besar," imbuhnya.

Anggota Komisi III DPR mencontohkan, ketika ada pasal yang menyebutkan bahwa pemogokan masal, diskonsepsional legislasi, dan ideologi menjadi bagian dari ancaman tidak bersenjata.

"Ini kan membahayakan iklim demokrasi di Indonesia," ucapnya.

Ia juga memaparkan, pelaku media juga akan berpotensi menjadi sasaran objek ancaman
RUU Kamnas, ketika wartawan yang memiliki kedekatan tinggi dengan narasumber bisa dijerat dengan UU ini.

"Pada persoalan penegakan hukum akan berpotensi terjadi overlapping kewenangan antara TNI dan Polri," jelasnya.

Kuatnya sekuritasi Kamnas mengembalikan peran dan kewenangan militer pada Orde Baru, seperti kewenangan menangkap, menyadap, dan lain sebagainya.

"Selain itu banyak grey area dalam RUU ini, akibatnya bisa berpotensi mengakibatkan abuse of power dalam penegakan hukum," bebernya.

Aboe menerangkan, penerjemahan atas adanya bahanya atau ancaman terhadap keamanan
nasional akan bersifat sangat subyektif, tergantung siapa yang berkuasa.

"Saya rasa UU No 3 Tahun 2002 sudah cukup untuk mengatur persoalan pertahanan negara. UU itu lebih berprespektif demokrasi, dan lebih menghargai hak asasi manusia. Karena itu, belum ada kebutuhan yang mendesak guna perumusan RUU Keamanan Nasional," ujarnya. (*)

BACA JUGA

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved