Rabu, 1 Oktober 2025

Mafia Pajak Jilid II

Atasan Dhana Widyatmika Didakwa Penjara Seumur Hidup

Firman, atasan terdakwa kasus pajak Dhana Widyatmika, terancam pidana penjara semur hidup

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Rachmat Hidayat
zoom-inlihat foto Atasan Dhana Widyatmika Didakwa Penjara Seumur Hidup
NET
ILUSTRASI

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Firman, atasan terdakwa kasus pajak Dhana Widyatmika, terancam pidana penjara semur hidup dengan pidana penjara maksimal 20 tahun.

Oleh jaksa penuntut umum, Firman didakwa memeras, menguntungkan diri sendiri dengan menyalahgunakan kewenangan, sehingga dirinya diduga merugikan keuangan negara secara keseluruhan Rp 1.208.783.483 atau setidaknya Rp 241.677.040, terkait, pengurusan pajak PT Kornet Trans Utama (KTU).

"Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam dakwaan pertama, melanggar Pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Dakwaan kedua primer, Pasal 12 huruf e UU Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kedua subsider, Pasal 12 huruf g UU Pemeberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana," kata jaksa Novel saat membacakan surat dakwaan dalam di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (3/10/2012).

Dalam pertimbangannya, JPU dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Firman selaku supervisor pemeriksa pajak memerintahkan Dhana Widyatmika mengambil data eksternal yang diduga tidak valid untuk dibandingkan dengan laporan keuangan PT KTU.

Hingga, akhirnya menurut jaksa Novel, dari telah tersebut diputuskan melakukan pemeriksaan khusus terhadap PT KTU terkait kewajiban pajak tahun 2002.

"Selanjutnya saksi Salman dan Dhana Widyatmika bertemu dengan Riyana Juliarti dan Mr Leo dari PT KTU. Kemudian, mengatakan bisa saja tidak pakai data laporan keuangan KTU yang sudah ada. Tetapi, bisa pakai data ekternal. Sehingga, kewajiban pajak KTU lebih tinggi, yaitu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) sebesar Rp 3 miliar," ujarnya.

Ketika mengatakan hal itu, diterangkan Novel, Dhana dan Salman meminta PT KTU memberikan uang Rp 1 miliar agar nilai pajak yang harus dibayar dikurangi.

Namun, sambung Novel, permintaan tersebut ditolak oleh PT KTU, karena merasa data eksternal yang dijadikan dasar acuan perhitungan pajak tidak benar, dan memilih mengajukan banding atas perhitungan pajak yang harus di bayar, yaitu PPn Rp 787.540.398, PPh badan Rp 1.468.721.600 dan. PPh pasal 21 Rp 89.970.888.

Pengajuan banding tersebut, menurut Novel berdasarkan data perhitungan konsultan pajak Pertus Bernadus. Di mana, PPn yang harus dibayar PT KTU tahun 2002 sebesar Rp 209.913.020, PPh badan dan PPh pasal 21 nihil.

Namun, untuk mengajukan banding, PT KTU harus membayar kewajiban pajak 50 persen dari pajak yang harus dibayarkan, yaitu sebesar Rp 397.777.199 untuk PPn, Rp 734.360.800 untuk PPh badan, Rp 44.985.444 untuk PPh pasal 21. Sehingga, total yang dibayar Rp 1.177.119.443.

Menjadi kerugian negara ketika Majelis Hakim IX Pengadilan Pajak mengabulkan keberatan pajak PT KTU. Di mana, memutuskan PPh pasal 21 yang harus dibayar nihil. Sedangkan, PPh badan yang harus dibayar Rp 1.274.460 dan PPn yang harus dibayar Rp 209.913.200.

"Atas putusan majelis hakim tersebut, sebaliknya negara harus membayar kompensasi terhadap PT KTU karena perhitungan kurang pajak berdasarkan data eksternal yang tidak valid sebesar Rp 920.843.519," kata Novel.

Akibat perbuatan terdakwa bersama Salman dan Dhana, imbuhnya, telah merugikan keuangan negara secara keseluruhan sebesar Rp 1.208.783.483 atau setidak-tidaknya Rp 241.677.040.

Sebelumnya, Dhana terancam hukuman 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar. Sebab, pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu disebut menerima gratifikasi Rp 2 miliar dari koleganya, Herly Isdiharsono, dan Rp 750 juta berupa cek pelawat Bank Mandiri, dari Kepala Sub Bagian Verifikasi Bagian Keuangan Pemerintah Kota Batam Erwinta Marius, dan Kepala Bagian Keuangan Batam Raja Muchsin.

Selain itu, dalam dakwaan kedua Dhana juga dikatakan memperkaya diri sendiri yang dapat merugikan keuangan negara. Di mana, dilakukan bersama rekannya di Ditjen Pajak, Firman dan Salman Maghfiroh. Terkait, pemeriksaan khusus terhadap wajib pajak badan PT Kornet Trans Utama. Pemeriksaan terhadap PT Kornet dilakukan tanpa validasi KPP.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved