Perusahaan Butuh Investasi Lebih untuk Lawan Cybercrime
Perusahaan perlu berinvestasi lebih untuk melindungi bisnis mereka dari ancaman-ancaman IT.

Laporan Wartawan Tribun Jakarta, Arif Wicaksono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ancaman cybercrime yang semakin berisiko semakin berbahaya bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan perlu berinvestasi lebih untuk melindungi bisnis mereka dari ancaman-ancaman IT.
Hal ini yang tersirat dari survei terkini yang dilakukan oleh B2B International untuk Kaspersky Lab. Penelitian Kaspersky Lab menunjukkan bahwa ancaman keamanan cyber menjadi lebih beragam, lebih sering dan lebih berbahaya bagi perusahaan di seluruh dunia.
Dalam survei tersebut tampak bahwa setengah dari seluruh responden yang disurvei Kaspersky Lab menyatakan bahwa kejahatan cyber dalam berbagai bentuk adalah ancaman terbesar kedua bagi bisnis. Perusahaan mereka sering kali menghadapi malware, spam dan usaha-usaha ilegal untuk masuk ke dalam sistem.
Yang lebih penting lagi, di masa depan, perusahaan yang disurvei mengantisipasi kekhawatiran mengenai ancaman yang semakin berkembang, dalam dua tahun mendatang kekhawatiran akan ancaman cyber melampaui kekhawatiran akan masalah ekonomi.
Alexander Erofeev, Chief Marketing Officer Kaspersky Lab, mengatakan, bahwa perusahaan modern umumnya mengandalkan infrastruktur dari ribuan perangkat, seperti dekstop, bahkan juga gadget para karyawan, smartphone perusahaan dan laptop.
"Budaya perusahaan berubah dengan cepat, dimana karyawan menjadi semakin aktif di jejaring sosial dan menggunakan sumber daya Internet sebagai alat untuk saling bertukar informasi perusahaan," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tribun di Jakarta (02/10/2012).
Tak pelak pengunaan Cyber memberikan fleksibilitas pekerjaan sekaligus membuat jaringan perusahaan lebih rentan terhadap kejahatan cyber.
Berdasarkan hasil survei, para profesional IT sangat menyadari bahaya kejahatan cyber. Namun hanya 59 persen responden yang merasa bahwa mereka kurang lebih siap menghadapi bahaya ini.
Hasil survei memperlihatkan masalah utama terkait persiapan, atau ketidaksiapan, menghadapi bahaya ini adalah karena biaya. 44 persen responden mengindikasikan hambatan bujet dan 37 persen menunjukkan kesalahpahaman mengenai masalah keamanan IT di antara para pemimpin atau pengambil keputusan.
Selain itu, ternyata masalah utama profesional IT adalah ketidakmampuan mereka meyakinkan jajaran manajemen pentingnya perlindungan perusahaan dalam melawan ancaman cyber.
Sebagai informasi, Survei “Global IT Security Risks”, yang diadakan pada Juli 2012, mengeksplorasi pendapat para profesional keamanan IT di seluruh dunia mengenai apa yang mereka anggap menjadi isu paling utama dari lingkungan mereka.
Dalam survei ini, 3,300 profesional IT senior dari 22 negara di seluruh dunia berbagi pandangan mereka. Seluruh responden terlibat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan di perusahaan mereka, termasuk topik-topik yang berhubungan dengan keamanan IT. (*)
BACA JUGA: