Sabtu, 4 Oktober 2025

Kepala Daerah Diperiksa Tak Perlu Persetujuan Presiden

Dalam putusan permohonan uji materiil Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2008

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-inlihat foto Kepala Daerah Diperiksa Tak Perlu Persetujuan Presiden
tribunnews.com/herudin
Akil Mochtar

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam putusan permohonan uji materiil Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan para Pemohon.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian dan menyatakan Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat," ujar Ketua Majelis MK, Mahfud MD saat membacakan amar putusan dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (26/9/2012).

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai, persetujuan tertulis pada tahap penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah atau pejabat manapun tidak memiliki rasionalitas hukum yang cukup, dan akan memperlakukan warga negara secara berbeda di hadapan hukum.

Terhadap adagium yang menyatakan bahwa terhadap sesuatu yang berbeda seharusnya diperlakukan berbeda, dan terhadap sesuatu yang sama harus diperlakukan sama, menurut Mahkamah, pejabat negara dalam menjalankan tugas dan kewenangannya terkait jabatan negara yang diembannya memang berbeda dari warga negara lain yang bukan pejabat negara, namun pejabat negara juga merupakan warga negara.

"Sebagai subjek hukum, terlepas dari jabatannya, kepala daerah pun harus diperlakukan sama di hadapan hukum," kata Anggota Majelis MK, Akil Mochtar.

Untuk Pasal 36 ayat (3), Mahkamah menyatakan konstitusional bersyarat, yaitu jika penyidikan berlanjut pada penahanan harus mendapatkan izin tertulis dari presiden tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah memerlukan persetujuan tertulis dari Presiden dan apabila persetujuan tertulis dimaksud tidak diberikan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya surat permohonan maka proses penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan dapat langsung dilakukan'.

Mahkamah juga menimbang bahwa terhadap ketentuan Pasal 36 ayat (4) UU Pemda yang mengecualikan syarat persetujuan tertulis dari Presiden atas tindak pidana kejahatan yang tertangkap tangan, tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.

Menurut Mahkamah, Pengecualian demikian masih diperlukan terhadap penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan, karena kejahatan tertangkap tangan adalah kejahatan yang telah terang benderang dan didukung oleh bukti yang cukup, sehingga proses penyidikan dapat segera dilanjutkan pada tahap selanjutnya.

"Jika harus menungggu persetujuan tertulis Presiden, dikhawatirkan tersangka akan menghilangkan barang bukti dan jejak kejahatan yang dilakukannya," kata Akil.

Klik:

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved