Minggu, 5 Oktober 2025

Ajukan Kasasi Malah Hukuman Ditambah 2,6 Tahun

Pada intinya hakim sepakat dan menguatkan putusan PT. Tapi untuk besarnya hukuman hakim

TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA- Langkah Mantan Kepala Kantor Pertanahan Surabaya HM Khudlori mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung akhirnya menjadi bumerang.

Bukannya mendapat keringanan, terdakwa korupsi penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) tanah Jalan Marmoyo ini malah dilipatgandakan hukumannya.

Sebelumnya di pengadilan tinggi (PT) Surabaya dia dihukum empat tahun penjara, denda Rp 700 juta subsider tiga bulan kurungan. Dan di MA, tiga hakim agung yang terdiri Imron Anwari, Surachmin, MS Lumme menambah hukumannya menjadi enam tahun penjara serta denda Rp 1 miliar subsider delapan bulan kurungan.
Panitera Muda Pidana Korupsi Suhadak saat dikonfirmasi membenarkan kabar itu.

"Pada intinya hakim sepakat dan menguatkan putusan PT. Tapi untuk besarnya hukuman hakim memiliki pandangan sendiri dan mengadili sendiri," katanya, Jumat (21/9/2012).

Penambahan hukuman ini sama ketika Khudlori mengajukan banding di PT Surabaya. Majelis hakim PT yang diketuai Arwan Byrin menaikkan hukuman Khudlori dari 3,5 tahun penjara yang diputus Pengadilan Tipikor Surabaya menjadi empat tahun penjara.

Hakim memastikan khudlori terbukti menguntungkan diri sendiri atau orang lain (Handoko Soelayman-pemohon SHGB) saat menerbitkan  SHGB nomor 738 tanggal 8 Maret 2007 tanah Jalan Marmoyo atas nama Handoko Soelayman.

Khudlori juga telah menyalahgunakan kewenangannya karena mengabaikan telaah staf sebelum menerbitkan SHGB.

Dalam telaahnya, para staf khudlori memastikan permohonan SHGB Handoko tidak memenuhi syarat dan harus ditolak, namun dengan kewenangannya Khudlori ngotot menerbitkan SHGB.

Padahal lahan yang disertifikatkan itu bukan milik Handoko Soelayman. Sejarahnya, lahan itu  milik PT Stanvac, perusahaan minyak dari Inggris.  Lahan tersebut dibeli PT Pertamina pada 1963  dengan dua  sertifikat HGB bernomor 177  dan 178.  Kemudian, pada 1970  Pertamina menyewakan lahan itu kepada Hamiyanto Halim  dengan sistem bagi hasil.

Belakangan istri Hamiyanto melimpahkan pengelolaan SPBU  pada Handoko Soelayman. Saat itu juga PT Pertamina menjual  peralatan SPBU, tapi tidak termasuk tanahnya. Tapi pada 2008,  Handoko menyatakan bahwa lahan itu miliknya dengan bukti  penerbitan sertifikat HGB atas nama Handoko yang  diterbitkan Kantor Pertanahan Surabaya (khudlori).
 
Suhadak memastikan putusan kasasi ini sudah diserahkan ke Khudlori maupun jaksa penuntut umum. Hal ini dilakukan  agar mereka bisa  mengambil sikap apakah akan mengajukan peninjauan kembali atau tidak.

"Sampai saat ini kami belum mendapat pemberitahuan dari pihak terdakwa apakah mengajukan PK atau tidak. Tapi PK ini kan waktunya lama, jadi bisa kapan saja,"kata Suhadak.

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved