Jumat, 3 Oktober 2025

Sumatera Selatan Masih Rawan Konflik Agraria

Provinsi Sumatera Selatan masih memiliki potensi agraria yang cukup besar, dari 51 kasus agraria di 10 Kabupaten yang baru diselesaikan hanya 14

Penulis: Adi Suhendi
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-inlihat foto Sumatera Selatan Masih Rawan Konflik Agraria
TRIBUN SUMSEL/TRIBUN SUMSEL/M.AWALUDDIN FAJRI
Gubernur Sumatera Selatan H Alex Noerdin memasang stiker Angkutan Mudik di bus yang akan dioperasionalkan untuk mengangkut pemudik di terminal Alang-Alang Lebar, Rabu (8/8/20120). Penempelan stiker ini dilaksanakan setelah pembukaan gelar pasukan pengamanan mudik (TRIBUNSUMSEL/M.A.FAJRI)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Provinsi Sumatera Selatan masih memiliki potensi agraria yang cukup besar, dari 51 kasus agraria di 10 Kabupaten yang baru diselesaikan hanya 14 kasus. Sementara 24 kasus dalam masih dalam proses penyelesaiaan, dan 13 kasus sedang berproses melalui jalur hukum.

Berdasarkan data yang didapatkan wartawan dalam bahan Seminar Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin di Auditorium PTIK, Jakarta Selatan, Selasa (18/9/2012) terdapat sepuluh kabupaten di Sumatera Selatan yang memiliki kasus Agraria yang berpotensi menimbulkan konflik.

Kasus pertanahan paling banyak berada di Kabupaten Banyuasin dengan 19 kasus, tetapi ada 10 kasus yang sudah diselesaiakan, 2 masih dalam proses penyelesaiaan, dan 7 penyelesaiannya ditempuh dengan jalur hukum.

"Jadi artinya bisa diselesaikan, sebagian mau ditempuh dengan jalur hukum, sebagian lagi tidak, itu masih deadlock ada 24 kasus," ungkap Alex Noerdin.

Menurut Alex, lamanya penyelesaian permasalahan agraria dikarenakan dua belah pihak yang bersengketa masih berpatokan pada pijakannya masing-masing. "Ya saling ngotot, mudah-mudahan kita bisa selesaikan satu persatu," ujarnya.

Sementara untuk kasus Ogan Ilir yang sempat menjadi perhatian pemerintah yang mengakibatkan seorang anak berusia 12 tahun, menurut Alex sengketa agrarianya sudah hampir selesai.

Tetapi permasalahan muncul disebabkan tidak semua masyarakat di Ogan Ilir berasal dari daerah tersebut, tentu saja tidak semua warga mendapatkan hak untuk mengelola tanah yang dijadikan perkebunan tebu tersebut. Sehingga saat ini sedang dilakukan pemilahan mana orang yang benar-benar berhak, mana yang tidak.

"HGU yang belum keluar, itu bisa digunakan sebagai sistem plasma, jadi tetap kebun tebu tidak boleh kebun lain, karena kita lagi krisis gula, jadi tetap kebun tebu," ujarnya.

Alex pun mengungkapkan bahwa dalam penanganan konflik agraria pemerintah harus tegas. Bila ingin negeri ini maka harus ada ketegasan dan jangan sampai saling lempar tangan bila permasalahan terjadi.

"Harus tegas, pemerintah harus melindungi rakyat, investasi juga harus diindungi, siapapun yang melanggar aturan itu yang harus ditindak," ungkap Alex.

Mengenai undang-undang agraria sundiri, Alex menjelaskan bahwa undang-undang pokok agraria masih bisa dipakai, namun bila ada kekosongan-kekosongan dalam undang-undang tersebut tentu saja harus diisi dengan penambahan-penambahan.

"Undang-undang sudah bagus, tetapi mungkin dalam pelaksanaannya ada manipulasi," ucapnya.

Klik:

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved