Kerusuhan Sampang
Sidang Kasus Tajul Muluk Dinilai Sarat pelanggaran
Dalam dakwaan tersebut, pencantuman uraian peristiwa dalam dakwaan kesatu dan kedua ternyata identik atau sama.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Zahru Arqom, pakar hukum yang tergabung dalam tim eksaminasi peneliti perkara persidangan tokoh Syiah Sampang Tajul Muluk atas dugaan penodaan agama, menilai adanya beberapa pelanggaran dalam proses sebelum persidangan.
"Ditemukan fakta dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan), terdapat kemungkinan pelanggaran," ujar Zahru saat jumpa pers di Kafe Tjikini, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2012).
Zahru menjelaskan, Munai selaku saksi meringankan (a charge) yang tidak bisa menggunakan Bahasa Indonesia dan menulis latin, tetap diperiksa menggunakan Bahasa Indonesia tanpa penerjemah resmi dan bersertifikat.
Ini juga terjadi pada saksi Hozeiri, Punari, Ummu Kultsum, dan Sanima. Mereka juga tidak bisa menggunakan Bahasa Indonesia, melainkan Bahasa Madura.
Dalam penuntutan pun, tim eksaminasi menilai adanya pelanggaran yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum (JPU), terkait penggunaan pasal 156 a KUHP sebagai dakwaan kesatu, dan pasal 335 KUHP sebagai dakwaan kedua.
Dalam dakwaan tersebut, pencantuman uraian peristiwa dalam dakwaan kesatu dan kedua ternyata identik atau sama. Padahal, menurut Zahru, unsur-unsur pidana dalam pasal 156 a dan pasal 335 KUHP berbeda.
"Sehingga, surat dakwaan tidak memenuhi syarat materiil pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP pada makna 'jelas' dan 'lengkap'," tutur Zahru.
Namun, Zahru menyayangkan sikap majelis hakim yang memutuskan persidangan tetap berlangsung pada putusan sela. Padahal, tim penasihat hukum terdakwa sudah mengajukan eksepsi.
Sebelumnya, Tajul Muluk didakwa melakukan penodaan agama. Majelis hakim Pengadilan Negeri Sampang pun memvonis Tajul Muluk dengan hukuman pidana selama dua tahun pidana penjara, pada 12 Juli 2011. (*)
BACA JUGA