Pelaksanaan Pilkada
NU Sederhanakan Masalah Pemilukada Diserahkan DPRD
Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia menyayangkan Nahdlatul Ulama yang merekomendasikan pemilihan kepala daerah baik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia menyayangkan Nahdlatul Ulama yang merekomendasikan pemilihan kepala daerah baik gubernur, bupati atau walikota dilaksanakan secara tidak langsung atau melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Menurut Koordinator Sigma Said Salahudin kepada Tribun di Jakarta, Senin (17/9/2012), rekomendasi oleh Komisi Masail Diniyah Maudluiyah NU keliru dan terkesan menyederhanakan masalah. “Ini simplifikasi terhadap persoalan Pemilukada namanya,” ujar Said.
Seharusnya, Said melanjutkan, komisi melakukan proses kajian mendalam sebelum menelurkan rekomendasi di atas. Jangan sampai NU hanya mempertimbangkan pemilihan langsung seolah hanya memberi dampak negatif karena menimbulkan politik biaya tinggi dan masyarakat lebih berorientasi kepada uang.
“Sementara, prinsip yang lebih mendasar dari tujuan penyelenggaraan pemilu kepala daerah sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat tampaknya diabaikan begitu saja oleh NU,” terang Said.
Said mengakui, penyelenggaraan pemilukada berbiaya besar saat ini coba disiasati Pemerintah dan DPR RI melalui rencana pemilukada serentak. Dengan konsep itu, biaya penyelenggaraan dan biaya kampanye calon diyakini akan jauh berkurang.
Sementara terkait politik uang yang dikhawatirkan akan membentuk masyarakat pragmatis, NU harusnya mencari solusi yang tepat. Said mencontohkan, sanksi hukuman pidana kepada pelaku politik uang dalam ketentuan undang-undang harus diperberat. Bila perlu, diberikan hukuman maksimal.
Calon dan partai politik juga harus dilarang untuk saling memberi dan menerima sedekah politik atau 'mahar' dalam suatu proses pencalonan, di mana hal tersebut memang belum diatur dalam undang-undang. Ketentuan larangan bagi calon untuk menjanjikan atau memberikan uang untuk mempengaruhi pemilih juga perlu disebutkan lebih spesifik dan lebih eksplisit lagi.
“Jadi, rekomendasinya NU bukan meminta agar Pemilukada dikaji ulang, melainkan memberikan tawaran solutif atas kendala yang muncul dalam pelaksanaan pesta demokrasi lokal itu. Dengan kata lain, kendala yang muncul dalam proses penyelenggaraan demokrasi, jangan sampai mengalahkan tujuan dan nilai dari demokrasi itu sendiri,” tandasnya.
Perlu diketahui juga, kata Said, bahwa memilih pemimpin secara langsung adalah salah satu hak fundamental yang merupakan derivasi atau turunan dari kedaulatan rakyat dan menentukan mutu dari suatu demokrasi disuatu negara. Bahkan, hak memilih secara langsung harus dimaknai sebagai bagian dari "constitutional rights of citizen".
“Jika rekomendasi NU agar kepala daerah dipilih DPRD sampai direspons Pemerintah dan DPR, tentu dapat merusak tatanan demokrasi. Patut dipahami, pemilukada adalah momentum rakyat untuk mengoreksi pilihan politiknya, dalam hal anggota DPRD atau parpol yang mereka pilih saat Pemilu legislatif (Pileg) dirasakan tidak lagi mampu memenuhi iradatnya,” tegas Said.
Klik: