Jumat, 3 Oktober 2025

Peraturan Menkeu Bisa Bunuh Industri Rokok

Bisa jadi, motivasi dikeluarkannya PMK untuk ‘menggoyang’, supaya menguntungkan pihak tertentu.

Penulis: Hasanudin Aco
zoom-inlihat foto Peraturan Menkeu Bisa Bunuh Industri Rokok
NET
ILUSTRASI

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2010 tentang Hubungan Istimewa Perusahaan Rokok, dinilai bisa membunuh pelaku industri rokok. Eksekusi peraturan menteri itupun diharapkan ditunda.

“PMK memang bisa dieksekusi kapan pun. Tapi, harus dilihat dampaknya, apakah merugikan atau menguntungkan. Kalau hanya menguntungkan segelintir orang tapi merugikan banyak orang, sebaiknya ditunda dulu,” kata Anggota Komisi IX DPR Poempida Hidayatullah di Jakarta, Kamis (13/9/2012).

Selain itu, lanjutnya, industri tembakau juga ladang basah yang memiliki uang banyak. Bisa jadi, motivasi dikeluarkannya PMK untuk ‘menggoyang’, supaya menguntungkan pihak tertentu.

“Ini kan dekat dengan 2014, pemilihan umum. Di goyang sedikit saja, barangkali ada kucuran uang, dan uangnya bisa digunakan untuk kepentingan politik,” sindir Poempida.

Politisi Partai Golkar mengungkapkan, saat ini industri rokok menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Kontribusi untuk APBN pun sangat besar, sampai puluhan triliun Rupiah, terbesar ketiga setelah pendapatan dari pertambangan.

“Ada 30 juta orang yang bergantung pada industri rokok. Mulai dari pengusaha besar, menengah, dan kecil, petani, pengecer bahkan konsumen. Kalau industri ini dimatikan, entah apa dampaknya,” tuturnya.

Menurut Poempida, dampak diterapkannya PMK  adalah menciptakan harga cukai yang tinggi. Itu memang sengaja diciptakan pemerintah dalam konteks korelasi target income pendapatan pemerintah untuk APBN.

Padahal, harga cukai yang tinggi, jika dilihat dampak untuk kesehatan secara statistik, tidak mengurangi jumlah kebiasaan orang merokok.

"Namun, tingginya cukai harus dibarengi dengan mekanisme pengawasan di lapangan yang baik, jangan sampai terjadi permasalahan cukai palsu dan black market rokok murah," haranya.

Poempida menjelaskan, pada dasarnya biaya produksi rokok relatif murah. Jika harga rokok mahal akibat cukai, maka akan terjadi disparitas harga yang berpotensi menciptakan black market.

"Cukai rokok tinggi pun tidak akan berdampak dalam konteks inflasi, karena rokok bukan variabel yang sensitif dalam ekonomi pasar," jelasnya.

Poempida memaparkan, masalah petunjuk pelaksanaan (juklak) yang diterbitkan oleh Dirjen Bea Cukai pada Juli 2012, perlu dilihat dampaknya seperti apa setelah implementasi.

"Di lain pihak, saya melihat pemerintah ingin sekali meregulasi bisnis tembakau/rokok, secara luas," ucapnya.

Akan disahkannya RPP Tembakau dan Pemberlakuan PMK 191/2012 tentang Tarif Cukai Tembakau, jika dalam pembuatan kebijakan terjadi 'overheating' dalam suatu sektor, maka kebijakan itu bisa menjadi bumerang.

Anggota Komisi IX Rieke Dyah Pitaloka menambahkan, biasanya undang-undang hadir mendahului peraturan menteri, namun dalam kasus ini peraturan menteri lebih dulu keluar.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved