Sedekah Politik Jadi Bahasan Munas NU
Politik uang mengambil banyak bentuk. Ada yang dikemas lewat sedekah atau zakat.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Politik uang mengambil banyak bentuk. Ada yang dikemas lewat sedekah atau zakat. Fenomena ini menjadi keprihatinan mendalam Nahdlatul Ulama (NU). Masyarakat sipil tebesar di Indonesia ini berencana mengeluarkan fatwa atas tindakan tersebut.
Dalam Islam, politik uang disebut risywah (suap) Belakangan, politik uang yang menjelma lewat sedekah dan zakat marak terjadi untuk mempengaruhi pilihan masyarakat dalam sebuah pesta demokrasi, baik pemilihan presiden, kepala daerah, dan anggota legislatif.
"Risywah (suap) dalam politik sama halnya dengan melakukan korupsi yang merupakan perbuatan keji dan diharamkan oleh agama," tegas Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam rilis yang diterima Tribunnews.com di Jakarta, Senin (10/9/2012).
NU akan membahas wacana fatwa halal atau haram sedekah untuk kepentingan politik dalam forum bahtsul masail diniyah waqi'iyyah Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, 15-17 September mendatang.
Mengutip sebuah ayat dalam Alquran, Kiai Said menyebutkan pelaku korupsi layak mendapatkan hukuman seberat-beratnya, karena korupsi masuk dalam kategori perbuatan fasad, yaitu perbuatan yang merusak tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Ia menambahkan, praktek risywah politik telah mengubah demokrasi Indonesia tak ideal, karena kandidat terpilih pada umumnya hanya bermodalkan materi, tanpa memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin. Karenanya NU mendorong masyarakat tak memilih politisi model demikian.
"Pemilu langsung adalah produk era reformasi. Dengan maraknya politik uang, di sinil ah tugas kita semua untuk bersama-sama bersikap dewasa dan mendewasakan masyarakat. Jadi jangan memilih pemimpin hanya karena adanya uang," tandas Kiai Said.