Sirah Cai tak Pernah Berhenti Mengalir
REZEKI dari Tuhan. Mungkin itu ungkapan yang pas untuk keberadaan mata air Sirah Cai di Gunung

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku Muh Guci Syaifudin
TRIBUNNEWS.COM -- REZEKI dari Tuhan. Mungkin itu ungkapan yang pas untuk keberadaan mata air Sirah Cai di Gunung Geulis, Kabupaten Sumedang. Mata air ini muncul tiba-tiba di bawah pohon caringin di Gunung Geulis, tak jauh dari RT 01/RW 03 Kampung Sirah Cai, Desa Cisempur, Kabupaten Sumedang.
Tak pelak, di tengah situasi kemarau seperti saat ini, air yang tak pernah kering selama musim kemarau itu menjadi sumber kehidupan masyarakat Desa Cisempur, khususnya warga Kampung Sirah Cai.
"Air ini dimanfaatkan untuk RW 02, RW 03, dan kampung di sekitarnya," ujar Namin Rohmana, Ketua RT 01, Kampung Sirah Cai, Desa Cisempur, ketika ditemui Tribun di lokasi mata air, Selasa (28/8/2012).
Dikatakannya sekitar 300 orang memanfaatkan air dari sumber yang diberi nama serupa dengan Kampung Sirah Cai itu.
Untuk menuju mata air yang diperkirakan sudah ada sejak buyut Namin ini memang tidak begitu sulit. Meski bisa dicapai menggunakan kendaraan roda dua, tanjakan yang miringnya 45 derajat bisa sangat berbahaya untuk menempuh perjalanan sekitar 1 km itu.
Karena itu, untuk bisa mencapai mata air yang setiap harinya mengalirkan sekitar 150 liter per menitnya itu lebih nyaman dicapai dengan berjalan kaki sembari menikmati pemandangan di bawah Gunung Geulis.
Melewati Kampung Sirah Cai, mata air ini begitu mudah ditemukan karena memang tidak begitu jauh dari permukiman. Suara gemericik air mengalir pun mulai terdengar setelah kita menempuh jalan menanjak dengan melewati jalan datar di Kampung Sirah Cai.
Sejauh mata memandang kolam besar pun terlihat sebagai tanda penampungan air yang berasa dari mata air itu. Di atas kolam itu pun berdiri sebuah bangunan semipermanen yang terdiri dari dua ruangan yang dipisahkan oleh untaian bambu.
Di tembok tiap ruangan terdapat satu pipa air yang mengeluarkan air yang tak pernah berhenti mengalir terus-menerus. Sedangkan pembuangan air mengalir ke kolam yang akhirnya ke sawah-sawah masyarakat sekitar Desa Cisempur.
"Biasanya tempat itu buat mencuci dan mandi banyak warga. Pakai atau tidak dipakai airnya memang mengalir ke kolam," ujar Namin.
Letak sumber mata air semakin mudah ditemukan karena tak jauh dari bangunan itu terlihat pipa besar yang terhubung dari atas. Meski pipa itu tak sepenuhbya terpendam tanah, dengan menyusuri pipa itu bisa mencapai lokasi sumber mata air.
"Sekitar 20 meter jarak sumber mata air dan tempat mandi. Di sana nanti ada bangunan seperti rumah. Di situlah sumber mata airnya ditampung," ujar Namin.
Menurut Namin, bangunan itu didirikan pemerintah pada 1975. Pasalnya masyarakat harus berjalan kaki sembari menggendong ember untuk mengangkut air. Apalagi mata air Sirah Cai merupakan satu-satunya sumber air di Kampung Sirah Cai.
"Dulu tanah milik perseorangan. Milik Pak Satim, tokoh masyarakat Kampung Sirah Cai. Namun sudah diwakafkan untuk menyejahterakan masyarakat," ujar Namin.
Meski demikian, menurut Namin, tidak semua warga memanfaatkan air yang keluar dari mata air itu, terutama ketika malam hari. Air yang dingin membasuh muka ketika siang hari itu hanya dimanfaatkan warga sekitar 20 persen dari total air yang mengalir ketika aktivitas masyarakat sedang berlangsung. Sisanya hanya mengalir ke kolam- kolam di Kampung Sirah Cai.