Tribunners / Citizen Journalism
Lebaran 2012
Tunjangan Hari Raya Hak Pekerja
Dasar Hukum Tunjangan Hari Raya sebagai Hak Pekerja
Oleh Riek Diah Pitaloka. Anggota Komisi IX DPR
Dasar Hukum Tunjangan Hari Raya sebagai Hak Pekerja
Tunjangan Hari Raya memang tidak diatur di dalam UU No. 13 tahun 2003, melainkan diatur tersendiri oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1994 Tahun 1994. Mungkin ada yang bertanya, apakah peraturan mengenai THR tersebut masih berlaku setelah berlakunya UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan?
Mengingat UU No. 13 tahun 2003 tidak mengatur tentang THR, sedangkan peraturan tersebut dibuat pada tahun 1994. Hingga saat ini tidak ada satu peraturan yang mencabut berlakunya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1994 Tahun 1994, sehingga secara hukum peraturan mengenai THR ini masih berlaku secara sah dan mengikat.
Hal ini juga ditegaskan oleh Pasal 191 UU No. 13 tahun 2003 yang menyatakan: semua peraturan pelaksanaan yang mengatur ketenagakerjaan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang undang ini.
Masih berlakunya peraturan mengenai THR ini juga ditegaskan oleh Menteri Tenaga Kerja melalui beberapa surat edaran kepada seluruh gubernur dan bupati/walikota, diantaranya:
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor SE.479/MEN/PHI-JSK/IX/2006 Tahun 2006;
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor SE.355/MEN/PHI-PJSK/IX/2008 Tahun 2008;
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor SE.314/MEN/PHIJSK-PKKAD/VIII/2009 Tahun 2009; dan terakhir
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor SE.05/MEN/VII/2012
Menurut Pasal 1 huruf d, dan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1994 Tahun 1994 ini, THR adalah pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada pekerja yang telah bekerja selama 3 bulan atau lebih secara terus menerus menjelang Hari Raya Keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain.
THR wajib Dibayarkan Selambat-lambatnya 7 Hari Sebelum Hari Raya
Tunjangan Hari Raya ini hanya diberikan sekali dalam setahun yang selambat-lambatnya 7 hari menjelang hari raya keagamaan sesuai dengan agama masing-masing pekerja, yaitu:
Untuk pekerja yang beragama Islam adalah Hari Raya Idul Fitri
Hari Raya Natal bagi pekerja yang beragama Kristen Katholik dan Protestan
Hari Raya Nyepi bagi pekerja yang beragama Hindu
Hari Raya Waisak bagi pekerja yang beragama Budha; serta
Hari Raya Imlek bagi agama Kong Hu Cu.
Bagaimana jika THR diberikan oleh pengusaha tidak mendekati hari raya keagamaan masing-masing pekerja? Menurut Pasal 4 ayat (1), hal tersebut diperbolehkan dengan syarat itu merupakan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja. Dalam hal ini misalnya THR untuk seluruh pekerja disepakati, baik pekerja yang beragama Islam dan yang beragama lain, diberikan pada waktu 7 hari sebelum hari raya Idul Fitri. Maka menurut Pasal 4 ayat (1), praktek semacam itu diperbolehkan jika dilakukan atas dasar kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha.
PUTUS HUBUNGAN KERJA BERHAK ATAS TUNJANGAN HARI RAYA
Bukan hanya pekerja yang masih bekerja saja yang berhak atas THR, melainkan pekerja yang telah putus hubungan kerja pun berhak atas THR.
Hal ini berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1994 Tahun 1994 mengatur bahwa pekerja yang putus hubungan kerjanya terhitung sejak waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan, berhak atas THR. Misalnya, Yanto adalah pekerja tetap pada sebuah perusahaan, dan yanto di PHK (putus hubungan kerja) pada tanggal 22 Juli 2012.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.