Sabtu, 4 Oktober 2025

Kasus Simulator SIM

Hakim MK: MoU Tak Bisa Jadi Dasar Polri Sidik Simulator SIM

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar mengingatkan pihak Polri bahwa Nota Kesepahaman atau Momerandum of Understanding (MoU)

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Anwar Sadat Guna
zoom-inlihat foto Hakim MK: MoU Tak Bisa Jadi Dasar Polri Sidik Simulator SIM
KOMPAS.com/VITALIS YOGI TRISNA
Gedung Korps Lalu Lintas (Korlantas), di Jalan MT Haryono, Jakarta, Selasa (31/7/2012). KPK menyidik dugaan kasus suap dalam proyek pengadaan simulator motor dan mobil senilai Rp 196.87 miliar.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar mengingatkan pihak Polri bahwa Nota Kesepahaman atau Momerandum of Understanding (MoU), tidak bisa dijadikan dasar untuk mengabaikan Undang-Undang (UU).

Demikian disampaikan Akil, mengingat Polri memakai alibi MoU untuk mengambil alih kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM dari KPK.

"Semua orang juga tahu yang lebih kuat dan mengikat itu UU, MoU itu hanya kesepakatan saja," ujar Akil ketika berbincang dengan wartawan, Senin (6/8/2012).

Pada kesempatan ini, Akil pun mengkritisi soal nota kesepahaman yang diklaim Polri juga disepakati KPK. Akil menegaskan, MoU tidak boleh menyimpang dari UU.

"MoU itu hanya kesepakatan saja yang tidak boleh bertentangan dengan UU," kata Akil.

Lebih jauh, Akil enggan berspekulasi apakah Polri telah melanggar UU. Akil pun tak ingin berkomentar lebih jauh, lantaran kasus ini berpotensi akan disengketakan di MK.

"Saya tidak bisa berpendapat lebih jauh, karena hal itu potensi disengketakan di MK, nanti saya kena etik telah berpendapat terlebih dahulu," kata Akil.

Sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad menjelaskan soal kewenangan KPK yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Pasal 50 Ayat 1, 3, dan 4 sudah jelas bahwa KPK lebih dulu melakukan penyidikan.

Karena itu, atas nama UU, Abraham pun mengimbau Polri menyerahkan penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM itu untuk membantu dan mendukung KPK.

"Kalau kami ingin patuh pada undang-undang, seyogianya institusi lain membantu, men-support KPK. Kalau berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, pada Pasal 50 Ayat 1, 3, dan 4 sudah jelas di situ dimaksudkan bahwa KPK lebih dulu melakukan penyelidikan. Fungsi institusi lain bekerja sama membantu KPK," kata Ketua KPK Abraham Samad di Jakarta, Kamis (2/8/2012).

Sementara itu, Mabes Polri beralibi dapat menangani kasus serupa dengan dasar MoU dengan KPK.

Bahkan, Mabes telah menetapkan lima tersangka kasus dugaan korupsi simulator SIM di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Namun, berbeda dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), nama Irjen Djoko Susilo tidak masuk dalam daftar tersangka simulator SIM versi Mabes Polri.
Kelima tersangka ini, yaitu Brigjen DP adalah Didik Purnomo yang saat ini menjabat Wakorlantas, AKBP TR adalah Teddy Rusmawan sebagai ketua pengadaan, Kompol Legino saat ini menjabat sebagai Bendahara Satuan Korlantas, dan pihak ketiga SB dan BS, yakni Sukotjo Bambang, serta Budi Santoso.

Sedangkan KPK, juga tengah menangani kasus korupsi simulator untuk ujian SIM tahun anggaran 2011. Dalam proyek senilai Rp196,8 miliar itu ditemukan kerugian negara sekitar Rp 100 miliar.

KPK menduga kerugian negara itu disebabkan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan Irjen Pol, Djoko Susilo selaku Kakorlantas Polri pada tahun 2011. KPK menetapkan Djoko sebagai tersangka bersama-sama dengan Brigjen Didik, Budi Susanto, dan Sukotjo Bambang.

KLIK JUGA:

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved