Pembantaian Rohingya di Myanmar
Tiga Rekomendasi Organisasi Konferensi Islam untuk Rohingya
Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Kuala Lumpur mengeluarkan tiga rekomendasi terhadap penyelesaian konflik Muslim Rohingya.

TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR - Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Kuala Lumpur mengeluarkan tiga rekomendasi terhadap penyelesaian konflik Muslim Rohingya.
Pertama, bantuan kemanusiaan melalui pembentukan internasional fund dan dikoordinir dengan baik sehingga sampai ke korban kekerasan baik yang sudah menyelamatkan diri di Banglades maupun yang masih di Provinsi Arkine. Kedua, tim diplomasi secara kontinue menemui pemerintah Myanmar dan Banglades, agar sekatan-sekatan terhadap etnis Rohingya dicabut.
"Ketiga adanya penyelesaian permanen masalah Rohingya dengan pengakuan hak-hak dasar mareka seperti status warga negara, dan ini akan dilakukan pendekatan diplomatik baik melalui ASEAN, OIC, dan PBB sehingga penderitaan Muslim Rohingya cepat berakhir," demikian diungkapkan M Adli Abdullah kepada Serambinews.com (Tribun Network) mengutip pernyataan Kepala Divisi Kemanusiaan OKI Dubes Atta El Manan Bakhit di Royal Chulan Hotel Kuala Lumpur, Jumat (3/8/2012).
Adli menuturkan, pertemuan satu hari tersebut diadakan oleh OKI Urusan Kemanusian membahas isu permasalahan kemanusiaan terhadap etnis Rohingya yang mendiami bagian barat Myanmar.
Hadir dalam pertemuan perwakilan negara dan organisasi kemanusiaan internasional, "Pertemuan konsultasi kemanusiaan ini dipimpin oleh Kepala Divisi Kemanusiaan OKI Dubes Atta El Manan Bakhit dengan sikap jelas yakni OKI mengutuk keras kekerasan terhadap masyarakat minoritas muslim Rohingya yang menderita sejak beberapa dekade, khususnya sejak Myanmar diperintah oleh junta militer pada tahun 1982," ungkap Adli, Sekretaris eksekutif International Concern Group For Rohingyas yang bermarkas di Bangkok.
Bakhit menyerukan seluruh anggota OKI dan masyarakat internasional meminta Myanmar menghentikan kekerasan terhadap minoritas muslim dan membawa pelaku kekerasan ke pengadilan dan mengakui hak-hak dasar masyarakat Rohingya khususnya status kewarganegaraan dan mendapat perlakuan yang sama terhadap etnis Rohingya sama dengan etnis lainnya di Myanmar.
Dalam pertemuan itu, Ketua Umum Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla yang hadir bersama lembaga kemanusiaan dari Indonesia menyebutkan sangat prihatin dengan kondisi etnis minoritas muslim Rohingya.
Mantan Wakil Presiden Indonesia itu menuturkan kasus etnis minoritas Muslim Rohingya ini lebih kejam dari konflik lain di rantau ini. Menurutnya, ketidakstabilan di Myanmar mempengaruhi kestabilan wilayah lain. Maka anggota ASEAN, OIC, PBB harus turun tangan, jangan sampai menjadi ladang konflik baru. Dan harus diselesaikan secara damai dan harmoni.
"Belajar dari konflik Ambon antarwarga Islam dengan warga Kristen dapat diselesaikan secara damai dan harmoni. Hal demikian juga bisa terjadi di sana," sebut M Adli Abdullah mengutip pernyataan Jusuf Kalla.
Sementara itu, perwakilan Arakan Rohingya Union (ARO) Kamaruddin menjelaskan, Rohingya adalah bangsa minoritas yang paling teraniaya di dunia. Tidak ada negara yang mengakui padahal mereka telah mendiami daerah ini ratusan tahun.
"Junta mengusir kami, memperkosa perempuan-perempuan, merampas harta, dikejar bagai binatang, Bangladesh memusuhi kami, kami dari etnis mayoritas di provinsi Arkhine yang terdiri 17 kabupaten. Sekarang kami menjadi minoritas di negeri kami, tiada makanan untuk kami makan, walau untuk berbuka puasa, tiap hari dalam dua bulan ini korban meninggal kelaparan, dibunuh, disiksa dan lain-lain. Kain kafan pun tidak ada sehingga kami kebumikan dengan apa adanya," kata Kamaruddin.
Pertemuan konsultasi ini diakhiri dengan beberapa rekomendasi untuk disampaikan dalam pertemuan pemimpin negara OIC di Mekkah pada 5 Agustus 2012 untuk mengakhiri kekerasan terhadap etnis muslim Arakan.
Baca Juga: