Bandara Internasional Takkan Tambah PAD
Rencana Pemerintah Provinsi Lampung meningkatkan (upgrading) status Bandar Udara Radin Inten II Lampung Selatan, menjadi bandara berkelas
TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Rencana Pemerintah Provinsi Lampung meningkatkan (upgrading) status Bandar Udara Radin Inten II Lampung Selatan, menjadi bandara berkelas internasional dan embarkasi haji, dinilai kurang menguntungkan.
Upgrading bandara di Kecamatan Natar berisiko tinggi bagi masyarakat maupun pemprov, baik dari segi perekonomian maupun keselamatan jalur transportasi. Selain itu, tidak akan menambah pendapatan asli daerah.
Pengusaha sekaligus penggagas jaringan transportasi Lampung Connection Ginta Wiryasenjaya mengusulkan, pemprov mengalihkan lokasi pengembangan bandara ke daerah lain.
"Saya rasa, upgrading Bandara Radin Intan II itu kontraproduktif, terutama tidak akan menambah pendapatan daerah, karena tidak akan ada lagi pengembangan potensi di daerah Branti," kata Ginta kepada Tribun Lampung (Tribun Network), Kamis (21/6/2012).
Ketua DPRD Lampung, Marwan Cik Asan mendukung gagasan pemindahan lokasi bandara embarkasi haji. Gagasan itu perlu dipertimbangkan pemprov.
"Pada prinsipnya, saya setuju dengan gagasan tersebut. Kalau dipindahkan, maka akan ada pendapatan daerah dari sarana transportasi bisa merata, yakni Lampung Selatan dengan Pelabuhan Bakauheni, dan Way Kanan dengan bandaranya," kata politisi asal Way Kanan ini kepada Tribun, Minggu (24/6/2012).
Ginta menjelaskan, kawasan di sekitar bandara sudah terlalu padat oleh permukiman masyarakat. Selain padat, daerah itu sudah mengalami overload jalur transportasi darat karena berdekatan langsung dengan Jalur Lintas Sumatera (Jalinsum).
Kondisi itu membuat daerah Branti tidak lagi potensial untuk dibangun sarana prasarana penunjang bandara berkelas internasional, apalagi embarkasi haji. Misalnya, untuk lokasi pemondokan calon jemaah, restoran, dan fasilitas lain.
"Jadi nantinya, hanya bisa mengandalkan pemasukan dari retribusi jasa pemakaian bandara saja, meskipun peningkatan kelas bandara sudah dilakukan. Itu pun bukan masuk ke kas pemprov, tapi ke kas Pemkab Lampung Selatan," katanya.
Pengusaha batu bara ini menambahkan, rencana peningkatan kelas Bandara Radin Inten II juga merupakan langkah keliru. Pasalnya, upgrading tidak akan efisien, terutama dana pembebasan lahan guna memperluas landasan pacu pesawat.
Ginta menjelaskan, salah satu persyaratan bandara internasional adalah harus memiliki dua runway, yakni untuk take-off dan landing pesawat. Artinya, harus ada pembebasan lahan di sebelah utara landasan eksisting yang ada saat ini.
"Hal ini tentunya akan memerlukan biaya yang besar, karena harga lahan yang ada di sekitar bandara kini sudah tinggi. Perhitungan pemprov sendiri, perlu dana Rp 260 miliar sampai Rp 310 miliar," ungkapnya.
Belum lagi, lanjut Ginta, perpanjangan runway dan pelebaran strip landasan pacu itu akan mengakibatkan pemotongan obstacle Kawasan Hutan Bukit Beranti (Gunung Negara Saka) yang berada di dekatnya.
Padahal, bukit itu masih diperlukan sebagai daerah resapan air dan penahan angin untuk daerah sekitarnya. "Fungsi itu, sudah diakui oleh pemerintah pusat sejak tahun 1969. Bahkan, diresmikan sendiri oleh Presiden Soeharto dalam Pekan Penghijauan Nasional ke-9," imbuhnya.
Selain tidak efisien, Ginta mengkhawatirkan pengembangan bandara itu akan merugikan jalur distribusi perdagangan antarprovinsi di jalinsum. Apalagi, jalinsum merupakan satu-satunya jalur masuk ke bandara tersebut.