PA GMNI Perjuangkan Pengukuhan Bung Karno Jadi Pahlawan
Persatuan Alumni Gerakan Maahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) merasa bertanggungjawab secara moral untuk memperjuangkan
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Persatuan Alumni Gerakan Maahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) merasa bertanggungjawab secara moral untuk memperjuangkan dikukuhkannya presiden pertama RI, Soekarno sebagai pahlawan nasional.
Sebagai salah satu tokoh yang dominan dalam perjuangan bangsa ini, naif jika Bung Karno belum mendapatkan gelar penghormatan itu.
"Sekarang Bung Karno belum diberi gelar pahlawan. Kami fasilitasi dan kita undang Prof Jimly Asshiddiqie sebagai dosen hukum tata negara, dosen konstitusi. Dan kita akan undang ke Jawa Timur tanggal 11-12 Juli nanti untuk dirumuskan soal kajian untuk mengajukan agar Bung Karno jadi pahlawan nasional," kata Ketua Umum PA GMNI, Soekarwo saat peringatan 111 tahun Bung Karno dan Disksusi Publik Bung Karno dalam Dimensi Sosial, di Sekretariat PA GMNI Sabtu (23/6/2012) malam.
Pakde Karwo mengatakan, sejauh ini para akademisi kompak mengusulkan dan punya pemikiran sama tentang perlunya Bung Karno sebagai pahlawan nasional. Karena itu, jika akademisi saja sudah satu suara, maka politisi, apalagi PA GMNI tidak ada alasan untuk ikut memperjuangkan usulan tersebut.
"Bung Karno masa tidak jadi pahlawan. Yang memerdekan Indonesia kok tidak pahlawan nasional," ujar Gubernur Jawa Timur itu.
Hadir dalam acara itu antara lain politikus PKB yang juga Ketua IKA PMII Effendy Choirie, Asvi Warman Adam dan Prof Soedijarto, dan beberapa alumni mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Cipayung.
Sekjen PA GMNI Achmad Basarah menambahkan, melalui peringatan Bulan Bung Karno 2012, PA GMNI mendesak pemerintah untuk menetapkan Bung Karno sebagai pahlawan nasional dan menetapkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahirnya Pancasila.
"Hal itu kami anggap penting agar bangsa ini tidak terus menerus berada dalam kesesatan sejarah yang berkepanjangan terhadap pendiri bangsanya sendiri sebagai akibat situasi pergolakan politik pada tahun 1965 yang penuh kegelapan," katanya.
Politikus PDIP itu menegaskan, meski Tap MPR No I/MPR/2003 tentang Peninjauan status hukum seluruh Tap MPRS dan MPR mulai tahun 1960 sampai tahun 2002 telah dinyatakan bahwa Tap MPRS 33/MPRS/1967 dinyatakan tidak berlaku lagi, tetapi secara substantif Tap MPR tersebut tidak menghapuskan tuduhan terhadap Presiden Soekarno yang dianggap telah melakukan pengkhianatan terhadap negara.
"Oleh karena itu, menjadi momentum strategis bagi Presiden SBY di akhir masa jabatannya nanti untuk menggoreskan tinta emas dalam sejarah Indonesia dengan meluruskan sejarah tentang Bung Karno dan Pancasila," tegasnya.
Sementara SK Presiden yang menetapkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila, kata Basarah, juga diperlukan untuk melengkapi adanya SK Presiden nomor 18/2008 tentang 18 Agustus 1945 sebagai Hari Konstitusi.
Berita Lainnya: