Komisi Yudisial: Ada Empat Hakim Nakal di Semarang
Eman menjelaskan, empat hakim yang terindikasi melakukan pelanggaran kode etik tersebut tidak hanya hakim ad Hoc saja
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Yudisial (KY) Eman Suparman mengatakan bahwa pihaknya telah menemukan sedikitnya empat hakim yang diduga melakukan pelanggaran kode etik hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.
"Sekitar empat hakim yang diduga melakukan pelanggaran," kata Eman kepada wartawan usai penandatanganan Nota Kesepahaman antara KY dengan Ormas agama di Gedung Komisi Yudisial, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (18/6/2012).
Eman menjelaskan, empat hakim yang terindikasi melakukan pelanggaran kode etik tersebut tidak hanya hakim ad Hoc saja, tetapi juga dilakukan oleh hakim dari jalur karier.
Namun, Eman enggan menjelaskan siapa saja nama-nama dari keempat hakim tersebut dan pelanggaran apa yang telah terindikasi menyimpang dari kode etik hakim.
"Kalau menyangkut nama-nama orang itu menyangkut pada pembuktian juga. Kalau toh disampaikan namun ternyata tidak terbukti seluruhnya, nanti salah lagi," ujar Eman.
Sebelumnya, diduga adanya pelanggaran kode etik pascapemindahan mantan Walikota Soemarmo, Komisi Yudisial (KY) mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk memeriksa seluruh Hakim AdHoc Tipikor Semarang.
"Secara umum PengadilanTipikor Semarang harus dievaluasi sesegera mungkin oleh MA," ujar Komisioner KY, Suparman Marzuki saat dihubungi wartawan, Rabu (13/6/2012).
Suparman menerangkan, KY telah melakukan investigasi secara langsung. KY dalam investigasinya menemukan kecenderungan bahwa hakim pengadilan Tipikor Semarang memiliki kecenderungan untuk membebaskan terdakwa Tipikor.
"Laporan ini bukan hanya dari satu sumber saja melainkan sudah banyak. Artinya ketidakpercayaan masyarakat terhadap Pengadilan Tipikor Semarang sudah sangat tinggi," kata Suparman Marzuki.
Dalam investigasinya, Suparman menjelaskan kasus korupsi APBD yang terjadi di Sragen pada tahun 2003-2010 yang justru membebaskan mantan Bupati Sragen Untung Wiyono. Namun, seluruh terdakwa justru divonis bersalah oleh majelis hakim di lokasi yang sama.
"Banyak yang bebas terutama elit politik di sana. Kami menduga keras terjadi pengadilan yang tidak fair," ujar Suparman Marzuki.