Sabtu, 4 Oktober 2025

Saksi Ahli: Investasi Macet Askrindo Masuk Ranah Perdata

Ahli hukum pidana dari Universitas Pariangan (Unpar) Bandung, Djisman Samosir mengatakan bahwa kasus investasi macet

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Anwar Sadat Guna
zoom-inlihat foto Saksi Ahli: Investasi Macet Askrindo Masuk Ranah Perdata
Kontan.co.id
Karyawan Askrindo melayani seorang nasabah di Kantor PT Askrindo belum lama ini. Askrindo adalah salah satu BUMN yang mendapat kucuran dana dari pemerintah.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli hukum pidana dari Universitas Pariangan (Unpar) Bandung, Djisman Samosir mengatakan bahwa kasus investasi macet tak dapat dibawa ke ranah hukum pidana.

Menurutnya, perbuatan melawan hukum atas kerugian investasi, itu masuk ke ranah hukum perdata.

Demikian disampaikan Djisman saat memberikan keterangan ahli pada sidang kasus dugaan korupsi pengelolaan dana investasi PT Askrindo dengan tersangka Rene Setiawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (29/5/2012),

"Kalau saya dengan si A dan si B investasi tentu ada perjanjian, itu ranah perdata. Tidak tiba-tiba saya dikatakan korupsi, karena ada perjanjian investasi. Menurut saya, hanya bisa dimintai pertanggungjawaban secara perdata kalau ada kemacetan, bukan pidana," kata Djisman di hadapan majelis hakim yang diketuai Pangeran Napitupulu.

Jadi, sambung Djisman, selama investasi yang dilakukan PT Askrindo sah maka tidak ada pelanggaran pidana yang terjadi.

Ia menilai, kasus investasi macet di perusahaan asuransi milik negara itu hanya memuat unsur pelanggaran administrasi saja.

"Jadi hanya persoalan administrasi yang dilanggar, bukan pidana. Kalau mau diambil tindakan silahkan, tapi hanya administratif," ujar akademisi dari kampus Unpar tersebut

Saksi ahli itu juga tidak sependapat dengan penjelasan tim jaksa penuntut umum Kejati DKI Jakarta soal kerugian negara dalam kasus investasi macet Askrindo.

Karena, Djisman menilai kerugian negara yang ditemukan jaksa bukan berasal dari hasil audit BPK atau BPKP melainkan laporan perhitungan.

"Lembaga yang mengaudit BPK dan BPKP, hasilnya tidak ada masalah. Tetapi yang menarik, (Rene) dijadikan tersangka karena mengacu hasil kajian yang diminta penyidik kepada BPKP berdasarkan laporan perhitungan bukan audit," terang Djisman.

Dalam perkara sendiri, terdakwa Rene diduga memperkaya orang lain atau korporasi oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Rene Setiawan yang menjabat Direktur Keuangan Askrindo pada tahun 2004 menjadi penjamin L/C senilai Rp 435 miliar yang diterbitkan PT Bank Mandiri Tbk kepada empat perusahaan.

Keempatnya yakni PT Trangka Kabel, PT Vitron, PT Indowan, dan PT Multimegah.

Ketika memasuki jatuh tempo, empat nasabah tersebut tak mampu membayar L/C pada Bank Mandiri. Akibatnya, Askrindo harus membayar jaminan L/C kepada Bank Mandiri.

Oleh tim jaksa pimpinan Esther PT Sibuea, Rene didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) huruf a jo Pasal 18 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP, Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP dan Pasal 3 ayat (1) huruf a UU No 15 Tahun 2002.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved