Selasa, 7 Oktober 2025

DPR: Penyatuan Lembaga di Hulu dan Hilir Migas "Keblinger"

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Bobby Adhityo Rizaldi menilai 'keblinger'

zoom-inlihat foto DPR: Penyatuan Lembaga di Hulu dan Hilir Migas
net
ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Bobby Adhityo Rizaldi menilai 'keblinger' pendapat yang memandang pelaku pasar bisa menjadi salah satu regulator ataupun wasit dalam kegiatan hulu dan hilir migas.

"Semangat revisi Undang-undang Migas yang 'keblinger'. Makin lama makin banyak pengamat yang 'keblinger' mengenai revisi Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Migas. Banyak yang tidak paham dampaknya bila pelaku pasar menjadi satu sebagai regulator atau wasit seperti diberlakukan pada Undang-undang Migas lama yaitu Undang-undang Nomor 8 tahun 1971," kata Bobby di Jakarta, Senin(21/5/2012).

Bobby mengatakan munculnya pandangan mengenai hal tersebut mungkin disebabkan belum membaca secara utuh Undang-undang tersebut.

Lebih lanjut ia menjelaskan jika penugasan sektor hulu tidak dipisah,  yang melakukan pengawasan terhadap kontraktor kontrak kerjasama mempunyai konsekuensi yaitu retensi tiga persen dari total penghasilan migas.

Bobby mengingatkan catatan sejarah mengenai hal ini, kala ICP 30 dolar AS, bisa mendapat Rp 4 triliun, buat suatu unit pengawasan (divisi) yang isinya hanya 50 orang.

"Memangnya lembaga pengawas ini adalah pemungut iuran/ success fee? Kalikan saja sekarang dengan 80 dolar AS selama 9 tahun dengan volume lifting, berapa yang sudah dihemat dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 dengan pemisahan wewenang tersebut, bisa lebih Rp 50 triliun, dan ini bukan pendapatan, tapi biaya negara hanya untuk ongkosi fungsi pengawasan satu sektor hulu saja. Justru dengan ini pemerintah mendapat tambahan pendapatan walaupun hasil lifting menurun," jelasnya.

Perbedaan mendasar lain, Bobby melanjutkan, pada era UU lama seluruh hasil penjualan bagian negara diterima/mampir dulu ke Rekening wasit (perusahaan negara), setelah dipotong retensi baru disetor ke Pemerintah.

"Perbedaan mendasar sejak UU No.22 tahun 2001, setiap hasil penjualan Migas dan LNG bagian Negara, harus disetor harus disetor langsung ke Pemerintah melalui. Rek No. 600.000.411,"pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved