Kenapa Scroll Media Sosial Bikin Candu? Ini Alasan Psikologisnya
Di balik semua manfaat baik, kenapa ya media sosial terasa begitu candu sampai bisa bikin kita nggak sadar terus-menerus scrolling?
TRIBUNNEWS.COM - Dia bisa bikin kamu tertawa, bisa juga menemani saat gabut. Sekali scroll, rasanya candu banget. Seiring berjalannya waktu, dia juga bisa menjadi teman ngobrol, tempat curhat, bahkan ladang cuan.
Siapakah dia? Yap, jawabannya adalah media sosial.
Perkembangan digital membuat media sosial menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. Menurut laporan ‘Digital 2025: Global Overview Report’ yang diinisiasi oleh We Are Social dan Meltwater, Indonesia memiliki 143 juta identitas pengguna media sosial aktif pada Januari 2025.
Berarti, dari total populasi 285 juta jiwa, hampir separuh penduduk Indonesia aktif di dunia maya.
Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa media sosial paling sering digunakan untuk mengisi waktu luang sekaligus terhubung dengan siapa saja. Entah itu mantan teman sekelas, relasi bisnis, atau bahkan komunitas hobi yang nggak pernah kamu temui di dunia nyata.
Tak hanya itu, pola konsumsi konten juga berubah. Platform berbasis video pendek seperti TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts kini jadi favorit karena sifatnya cepat, ringan, dan mudah bikin penasaran. Nggak heran kalau pengguna bisa betah berlama-lama meski awalnya cuma niat menonton satu video.
Tapi, di balik semua manfaat baiknya itu, kenapa ya media sosial terasa begitu candu sampai bisa bikin kita nggak sadar terus scrolling?
Baca juga: Digital Overload: Ketika Otak Sulit Mencerna Informasi Akibat Sering Scrolling Medsos
Kenapa media sosial bikin betah?
Niatnya sih mau scrolling bentar aja, eh tiba-tiba udah lewat dari sejam. Pernahkah kamu merasakan hal ini? Jika iya, kamu nggak sendirian. Tahukah kamu kalau ternyata, ada ‘rahasia’ di balik layar yang bikin kita betah banget sama media sosial?
Salah satu rahasia tersebut adalah algoritma. Ibarat asisten pribadi, algoritma selalu mencatat apa yang kita sukai, mulai dari konten yang sering kita lihat, postingan mana yang bikin kita berhenti lama, atau akun apa yang paling sering kita kepoin.
Dari semua rekam jejak digital itu, sistem menyusun pola untuk kemudian menghadirkan konten yang terasa pas banget dengan selera kita. Nggak heran kalau feed media sosial selalu terasa menarik dan bikin kita ingin terus menggulir layar ke atas dan ke bawah.
Dikutip dari jurnal berjudul “Brain Behind The Screen” yang dipublikasi pada September 2023, rasa betah itu juga diperkuat oleh faktor psikologis.
Saat bermain media sosial, otak kita akan melepas dua zat kimia yang berperan menghadirkan perasaan bahagia dalam diri manusia, yaitu dopamin dan serotonin.
Dopamin bisa didefinisikan sebagai ‘hormon motivasi’ yang berperan dalam memberikan rasa puas setiap kali kita mendapatkan penghargaan kecil. Artinya, zat kimia ini bisa muncul kapan saja, misalnya ketika kita mendapat notifikasi like, komentar, atau pesan baru. Respons positif inilah yang mendorong kita untuk terus scrolling dan mengecek ponsel.
Sementara itu, serotonin bisa disebut sebagai ‘hormon mood baik’. Neurotransmitter ini membawa sinyal ke dalam diri kita untuk bahagia, percaya diri, dan tenang.
Ketika menerima apresiasi positif di media sosial, seperti pujian atau validasi dari orang lain, maka serotonin akan dilepaskan. Dengan begitu, mood terasa meningkat dan kita pun merasa lebih diterima.
Tapi, di balik semua kenyamanan itu, sebagai pengguna media sosial kita harus tetap waspada. Media sosial memang bisa bikin betah, tapi kalau nggak dikendalikan justru berpotensi bikin kita kecanduan, kehilangan fokus, gangguan mental seperti depresi dan kecemasan, hingga terseret arus hoax dan provokasi.
Belum lagi dengan gencarnya konten hasil manipulasi kecerdasan buatan (AI) seperti deepfake video dan suara. Jika tidak jeli, pengguna bisa terkecoh karena tampilannya makin realistis.
Baca juga: 26 Media Sosial Diblokir, Gen Z Nepal Beraksi lewat Discord dan Bitchat
Cara Bijak Bermedia Sosial
Ada beberapa cara sederhana supaya media sosial tetap jadi teman positif dalam hidup kita.
Pertama, coba atur waktu khusus untuk membuka aplikasi. Misalnya, pas jam istirahat atau setelah pekerjaan selesai. Kalau perlu, pasang timer agar kamu sadar kapan harus berhenti.
Kedua, isi feed kamu dengan akun-akun yang bermanfaat. Kamu bisa mem-follow kreator yang berbagi ilmu, tips pengembangan diri, atau sekadar membagikan energi positif. Dengan begitu, setiap kali buka media sosial, kamu menerima sesuatu yang bernilai, bukan hanya hiburan semata.
Ketiga, yuk coba sesekali digital detox kecil-kecilan. Nggak perlu langsung drastis, cukup setengah hari tanpa media sosial atau satu hari penuh di akhir pekan. Cobain deh, siapa tahu pikiran jadi lebih rileks dan hari kamu lebih produktif.
Terakhir, jadilah pengguna yang menjadikan media sosial sebagai alat untuk terkoneksi dan belajar. Kamu bisa coba bergabung dengan komunitas hobi, mengikuti kelas daring, atau berdiskusi di forum yang sehat. Dengan cara ini, media sosial bisa benar-benar jadi ruang yang memperkaya, bukan menguras energi.
Baca juga: Wadidaw! Aksi Damai Ternyata Lebih Efektif dari Anarkis, Ini Buktinya
Tata Kelola Platform Digital di Indonesia Masih Reaktif dan Belum Proporsional |
![]() |
---|
Viral Guru Injak Siswa saat Tidur di Kelas, Kak Seto: Guru Mengajar Bukan Menghajar |
![]() |
---|
Efek Flexing pada Mental Anak Muda Menurut Psikolog, Sulit Bersyukur |
![]() |
---|
Amnesty Soroti Ketergantungan Pakistan pada Teknologi Pengawasan, Privasi Warga Terancam |
![]() |
---|
Soal Mencuatnya Ide 1 Orang Miliki 1 Akun, PAN Singgung Konsekuensi dalam Proses Demokrasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.