Selasa, 30 September 2025

Revisi UU Mahkamah Konstitusi

Guru Besar Hukum Tata Negara Unpad Beberkan 7 Alasan RUU MK Perlu Dikritik Tajam

Masa lame duck, kata dia, yakni masa di mana pihak-pihak yang sedang sedang berkuasa tengah menghadapi akhir-akhir masa jabatan.

Penulis: Gita Irawan
Kompas.com/Wawan H Prabowo
Ilustrasi - Gedung Mahkamah Konstitusi. 

"Mengapa demikian? Karena itu akan dikaitkan dengan fungsi MK sebagai pihak ketiga netral ketika terjadi persoalan-persoalan atau sengketa antara warga negara dengan negara," sambung dia.

2. Tidak Patut Dilaksanakan pada Masa Lame Duck

Masa lame duck, kata dia, yakni masa di mana pihak-pihak yang sedang sedang berkuasa tengah menghadapi akhir-akhir masa jabatan.

Menurutnya, meski kekuasaan tersebut masih mempunyai legitimasi  di masa tersebut, namun di antara mereka akan ada orang-orang yang tidak akan berkuasa lagi pada periode berikutnya di antaranya karena tidak terpilih lagi.

"Maka secara fatsun politik seharusnya mereka tidak mengambil keputusan-keputusan yang akan memberikan dampak yang luas krpada pemerintahan dan juga masyarakat di masa yang akan datang," kata dia.

3. Minim Partisipasi Bermakna

Guru besar hukum tata negara Universitas Padjajaran Prof. Susi Dwi Harijanti, SH., LL.M., Ph.D. saat menyampaikan pandangannya dalam webinar bertajuk Sembunyi-Sembunyi Revisi UU MK Lagi yang digelar PSHK, STHI Jentera, dan CALS secara daring pada Kamis (16/5/2024).
Guru besar hukum tata negara Universitas Padjajaran Prof. Susi Dwi Harijanti, SH., LL.M., Ph.D. saat menyampaikan pandangannya dalam webinar bertajuk Sembunyi-Sembunyi Revisi UU MK Lagi yang digelar PSHK, STHI Jentera, dan CALS secara daring pada Kamis (16/5/2024). (Tribunnews.com/Gita Irawan)

Menurutnya, tidak ada dokumen yang dapat diakses terkait RUU tersebut.

"Apalagi keterlibatan secara aktif dari masyarakat (dinyatakan) sebagaimana diamanatkan dalam pasal 96 a UU 13/2002 yaitu hak untuk didengar, dipertimbangkan, dan mendapatkan penjelasan," kata dia.

4. Materi Muatan RUU yang Dapat Melemahkan Independensi

Secara substansi, menurutnya RUU tersebut memuat sejumlah hal yang dapat melemahkan independensi MK di antaranya masa jabatan hakim dari 15 tahun menjadi 10 tahun.

Selain itu juga, pasal 23 A yang dapat ditafsirkan maknanya lembaga pengusul hakim konstitusi (presiden, DPR, dan Mahkamah Agung) dapat melakukan evaluasi terhadap hakim konstitusi.

Baca juga: Penampakan Rumah Mewah dan Mobil Mercy SYL yang Disita KPK

Selanjutnya, ketentuan peralihan tersebut diberlakukan surut.

Kemudian, kata dia, juga terkait dengan keterlibatan lembaga pengusul dalam penentuam keanggotaan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Selain itu, kata dia, ketentuan di mana hakim konstitusi tetap menjadi anggota MKMK. 

"Persoalannya adalah bagaimana kemudian hakim konstitusi juga diadukan sebagai diduga melakukan pelanggaran etik. Apakah itu lagi-lagi tidak terjadi conflict of interest?" kata dia.

5. Proses Bermasalah Secara Internal

Menurutnya dari pemberitaan diketahui bahwa kesepakatan antara pemerintah dan DPR dilakukan di masa anggota DPR reses secara sembunyi-sembunyi.

"Kemudian bagaimana anggota-anggota Komisi III itu juga banyak yang tidak hadir. Oleh karena itu secara internal pembahasan RUU ini pun bermasalah. Dalam arti apa? Tidak semua anggota yang terlibat di dalamnya itu ikut serta dalam pembahasan bahwa RUU ini akan disetujui dibawa pada rapat Paripurna," kata dia.

6. Lemahnya Jaminan Terkait Masa Jabatan Hakim Konstitusi (security of teneur) 

Terkait lemahnya jaminan masa jabatan hakim, menurutnya meskipun MK mengatakan bahwa usia jaminan masa jabatan merupakan open legal policy (kewenangan pembentuk Undang-Undang), tetapi menurutnya kewenangan tersebut perlu dibatasi.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved