Tribunners / Citizen Journalism
Waspadai Benjolan di Leher Sejak Dini, Bisa Jadi Gejala Kanker
Kanker kepala dan leher adalah kelompok berbagai jenis kanker yang dimulai di jaringan kepala dan leher, seperti rongga mulut, tenggorokan (faring).
Oleh: dr. Andri Firmansyah, Sp. THT-BKL
Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok – Bedah Kepala Leher RS UNS
Dosen Fakultas Kedokteran (FK) UNS
TRIBUNNEWS.COM - Masih kurangnya kesadaran di masyarakat Indonesia terkait pemeriksaan kesehatan merupakan sebuah tantangan di bidang kesehatan sebagai upaya meningkatkan kualitas kesehatan.
Padahal pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi lebih awal penyakit sebelum berkembang menuju lebih berat.
Selain itu, sebagai salah satu faktor kunci kemajuan bila dilihat dari sisi sumber daya manusia yang sehat dan unggul dalam menyongsong Indonesia Emas 2045.
Ditilik dari kacamata kesehatan, setidaknya ada tiga hal yang melatarbelakangi fenomena ini.
Pertama, pemahaman bahwa pergi ke dokter saat sudah sakit parah yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Kedua, pergi ke dokter membuang waktu produktif dan biaya.
Terakhir, rendahnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kesehatan secara berkala sebagai bagian dari kebutuhan hidup.
Hal ini ditambah dengan stigma jika memeriksakan kesehatan jadi tahu apa sakitnya, maka lebih baik tidak usah periksa.
Salah satu program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto adalah program pemeriksaan kesehatan gratis, dengan fokus pada pencegahan dan deteksi dini penyakit tidak menular dan penyalahgunaan narkoba.
Program ini bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat melalui pemeriksaan kesehatan gratis untuk seluruh lapisan masyarakat, serta upaya pencegahan narkoba melalui deteksi dini seperti tes urine.
Sayangnya pemeriksaan belum menyeluruh. Salah satunya tidak ada pemeriksaan yang berkaitan dengan kanker kepala dan leher.
Baca juga: Pakar Onkologi Tiongkok Ungkap Rahasia Pasien Kanker Bisa Punya Kualitas Hidup yang Baik
Akibatnya, banyak penyakit, termasuk kanker kepala dan leher, baru diketahui ketika sudah masuk stadium lanjut.
Padahal, jika ditemukan lebih cepat, pengobatannya bisa lebih sederhana, biayanya lebih ringan, dan peluang sembuh jauh lebih besar.
Kurang masifnya edukasi tentang kanker kepala dan leher membuat masyarakat abai dan menganggap remeh ketika menemukan benjolan di leher. Mereka mengira itu hanyalah pembengkakan biasa akibat flu atau infeksi ringan.
Nyatanya dalam momen remeh tersebut, ada kemungkinan kanker kepala dan leher.
Kanker kepala dan leher adalah kelompok berbagai jenis kanker yang dimulai di jaringan kepala dan leher, seperti rongga mulut, tenggorokan (faring), laring (kotak suara), hidung dan sinus, serta kelenjar ludah.
Kanker menjadi silent killer yang masih kurang mendapat perhatian serius dari masyarakat maupun pemerintah.
Padahal setiap tahunnya ada peringatan Hari Kanker Kepala dan Leher Sedunia (World Head and Neck Cancer Day - WHNCD) setiap tanggal 27 Juli untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Kesadaran ini bukan hanya tantangan Indonesia melainkan tantangan global. Pada tahun 2020, terdapat 890.000 kasus baru pada kanker kepala dan leher di dunia dan setidaknya 450.000 penyintas meninggal dunia.
Di Indonesia, angka prevalensi kanker kepala dan leher tercatat 4,7 per 100.000 penduduk pada tahun 2018.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi tumor/kanker di Indonesia meningkat dari 1,4 per 1000 penduduk pada tahun 2013 menjadi 1,79 per 1000 penduduk.
Artinya, walau secara umum belum masuk jajaran kanker terbanyak lingkup nasional, tren kenaikan dan potensi keterlambatan diagnosis kanker kepala dan leher harus menjadi perhatian serius.
Pada tahun 2020, kanker nasofaring menempati peringkat ke-5 sebagai kanker tersering di Indonesia dengan 19.943 kasus baru dan 13.399 kematian.
Kanker kepala dan leher umumnya lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan, dengan rasio 2:1.
Penyebab benjolan pada leher bisa bermacam-macam mulai dari pembengkakan akibat infeksi hingga tumor jinak.
Jika benjolan menunjukkan ciri-ciri yang mencurigakan seperti muncul tanpa riwayat infeksi sebelumnya, tidak hilang dalam durasi 2 minggu bahkan makin membesar, maka perlu diwaspadai.
Juga waspadai jika benjolan terasa keras, padat dan sulit digerakkan, permukaan luka atau bernanah, disertai sesak nafas dan kesulitan menelan.
Termasuk suara serak tanpa sebab yang jelas, mimisan berulang, hidung tersumbat, penurunan berat badan drastis tanpa sebab, amandel membesar hanya pada satu sisi, bercak atau luka di kulit yang menetap dan ukuran > 1,5 cm.
Tanda-tanda ini bukan berarti pasti kanker, tapi tubuh sudah memberi alarm yang seharusnya tidak diabaikan jika masyarakat memiliki kesadaran untuk pemeriksaan sejak dini.
Caranya jangan menunda untuk datang berkonsultasi dengan dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorok – Bedah Kepala Leher (THT-BKL).
Pemeriksaan tahap awal dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiologi baik USG, rontgen, CT scan maupun MRI untuk melihat struktur benjolan.
Kedua, patologi anatomi seperti FNAB (jarum halus) atau biopsy untuk menganalisis sel penyebab benjolan. Ketiga, pemeriksaan laboratorium dengan melakukan pemeriksaan darah, kultur mikrobiologi, dan penanda tumor lainnya.
Dari sanalah, dokter memiliki data untuk merencanakan tata laksana tindakan dan terapi yang tepat berdasarkan diagnosis.
Sekali lagi, tidak semua benjolan adalah kanker. Urgensi memeriksakan benjolan untuk pemeriksaan dini yang mencegah penyebaran penyakit.
Deteksi dini merupakan jalan sederhana yang terasa mewah di tengah ketidaksadaran masyarakat untuk menyelamatkan hidup dengan peduli pada tanda-tanda di dalam tubuhnya.
Jika didiagnosis pada stadium awal, maka secara signifikan dapat meningkatkan peluang kesembuhan dan meningkatkan angka harapan hidup.
Ingatlah, waktu adalah kunci emas. Semakin cepat terdeteksi, maka terapi akan lebih efektif dan prognosis atau angka kesemuhan menjadi lebih baik.
Dari tulisan ini, masyarakat diharapkan agar tidak menyepelekan benjolan sekecil apapun yang terasa dan teraba.
Hal ini bisa menjadi alarm tubuh bahwa sejak awal ada pertanda kanker kepala dan leher. Apalagi diperkuat dengan tanda-tanda mencurigakan.
Ditinjau dari epidemiologi global dan nasional, frekuensi kanker tidak bisa lagi dipandang sebelah mata dan harus menjadi prioritas perhatian. Terlebih masih sedikit masyarakat yang memahami tentang kanker kepala dan leher.
Sehingga butuh kampanye peningkatan kewaspadaan, screening sejak awal dan jangan ragu memeriksakan diri pada dokter spesialis THT-BKL.
Sebab deteksi dini bukan hanya tindakan penyelamatan, melainkan upaya menyongsong masa depan dalam kondisi kesehatan yang terbaik. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
20 Link Twibbon HUT ke-80 PMI 17 September 2025, Simak Sejarah dan Cara Mudah Unggah di Sosmed |
![]() |
---|
Novia Bachmid Jadi Juri Veiled Musician Indonesia, Fokus Cari Vokal Kuat dan Berkualitas |
![]() |
---|
Jadwal 32 Besar Badminton China Masters 2025: Langkah Berat Alwi Farhan dan Ana/Meilysa |
![]() |
---|
Hasil Liga Champions Asia: Shayne dan Sandy Walsh Bawa Buriram United Kalahkan JDT 2-1 |
![]() |
---|
Rekap Hasil China Masters 2025: 3 Kejutan Pahit, Indonesia Ikut Rasakan Getirnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.