Blog Tribunners
Oposisi dalam Demokrasi Pancasila
Dalam khasanah teori, keberadaan partai oposisi di perlemen sangat terkait dengan model demokrasi yang dianut.
Adanya oposisi akan membuat pemerintah yang berkuasa “terjaga” dan menyadari ada pihak lain yang bisa saja memberikan tawaran kebijakan yang lebih baik dan pada gilirannya berpotensi “mengganggu” citra positif pemerintah di mata masyarakat.
Oposisi, oleh karena itu, diperlukan pemerintah sebagai stimulus untuk meningkatkan kinerja dan mempertahankan citra baiknya di mata masyarakat.
Dalam situasi ini, muncullah situasi kompetisi yang sehat antara pemerintah dan oposisi menuju perbaikan demi perbaikan.
Sebagai contoh, kerasnya oposisi pada Parlemen Inggris yang akhirnya bersama-sama pemerintah bersatu dalam menghadapi Perang Dunia I dan Perang Dunia II.
Oleh karena itu, jelas bahwa penguatan oposisi terkait dengan upaya menegakkan kebijakan yang sejalan dengan kepentingan rakyat dan untuk menghindari terjadinya oligarki.
Oposisi bukanlah sekadar sikap anti-pemerintah atau asal berbeda, melainkan sebuah eksistensi yang memberikan kritik dan tawaran alternatif kebijakan dan kontrol atas penyelenggaraan pemerintahan.
Oposisi yang sehat, sebagaimana yang diyakini Dahl lebih dari empat dekade lalu adalah bagian dan sekaligus cerminan keberadaan demokrasi yang kokoh.
Pemerintah, Oposisi dan Haluan Negara
Jika pemerintah dan oposisi bersinergi akan menghasilkan demokrasi yang kokoh, tetapi bagaimana jalan untuk mencapainya tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana amanat Pembukaan UUD 1945?.
Sebagaimana diketahui, pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945 terpatri cita-cita dan tujuan berbangsa dan bernegara yaitu “… untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Untuk mencapai ini semua diperlukan sebuah landasan perencanaan pembangunan nasional, atau yang dikenal sebagai haluan negara yang merupakan guidelines yang akan membawa dan menuntun negara untuk menuju tujuan yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila.
Pasal-Pasal dalam UUD 1945 tidaklah cukup memadai guna menindaklanjuti nilai-nilai Pancasila, untuk itu perlu ada instrumen yang lebih directive guna menjamin tercapainya tujuan bernegara.
Sejarah mencatat keberadaan Haluan Negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia mengalami pasang surut baik secara substansi maupun secara politis.
Pada era Orde Lama dan Orde Baru, peran Haluan Negara menjadi sangat vital sebagai pedoman pembangunan negara, yang diwujudkan secara formal melalui Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam perkembangan selanjutnya, setelah reformasi eksistensi Haluan Negara ini menjadi hilang seiring dengan amandemen UUD 1945.
Dalam perkembangan dua dekade terakhir setelah terjadi amandemen UUD 1945, Indonesia menghadapi beberapa perkembangan ketatanegaraan yang bersifat menguji persepsi dan konseptual para perumus amandemen UUD 1945 dalam konteks kekinian.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pemimpin Oposisi Israel: Pemerintah Israel Sibuk Memecah Belah Rakyat, Tidak Memenangkan Perang Gaza |
![]() |
---|
Pemimpin Oposisi Israel Menyerukan Balasan Keras Terhadap Iran Setelah Rudal Yaman Hantam Tel Aviv |
![]() |
---|
Legislator PDIP Nilai Pemberian Gelar Pahlawan Nasional ke Soeharto Lukai Rasa Keadilan Rakyat |
![]() |
---|
PKS Blak-blakan Tak Lagi Jadi Partai Oposisi, Putuskan Merapat ke Pemerintahan Prabawo |
![]() |
---|
Jazuli Ingatkan Kader PKS Tegak Lurus dengan Arahan Presiden: Jangan Sampai Merasa Masih Oposisi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.