Tribunners / Citizen Journalism
Pilpres 2024
Guru Besar, Prabowo, Gibran, Lalu Siapa Lagi?
Kepekaaan guru besar yang mengeluarkan imbauan moral itu terbilang terlambat muncul. Padahal, tanda-tanda despotisme Jokowi telah tampak sejak lama.
Dari ketidaketisan itu mbrojol sungsang paslon 02.
Tapi apa respon DPR? Ini masalah kedua.
Apalagi PDIP, selaku parpol yang paling banyak menguasai kursi parlemen, ternyata tidak mengambil langkah konkret apa pun terhadap serbaneka pelanggaran etik, lebih-lebih oleh presiden, tadi.
Pada titik ironi itulah upaya Ganjar dan Mahfud untuk menunjukkan distinct position mereka terkesan sia-sia.
Susah payah mantan Gubernur Jawa Tengah dan mantan Menkopolhukam itu, baik di panggung debat maupun di forum-forum lainnya, mencoba meyakinkan publik bahwa mereka adalah paslon dengan standar etik yang sangat tinggi.
Namun manakala parpol utama pengusung mereka tidak melakukan apa pun sebagaimana tertulis tadi, lantas seberapa jauh masyarakat bisa teryakinkan oleh klaim Ganjar dan Mahfud itu?
Apabila PDIP hanya bisa melakukan pembiaran, maka jangan salahkan khalayak jika kemudian muncul anggapan bahwa PDIP pun pada dasarnya telah melakukan ketidakpatutan politik.
Alhasil, ketimbang semata-mata menonjok paslon 02, parpol sebesar PDIP pun sesungguhnya layak dijewer. PDIP adalah parpol besar.
Pasca reformasi, PDIP-lah partai yang paling sering melahirkan tokoh yang kemudian menjadi presiden Indonesia.
Tapi saat menghadapi berbagai pelanggaran etik terkait kontestasi pemilihan presiden 2024, kepada PDIP perlu diberikan kaca benggala agar bisa bercermin bahwa diri mereka tidak memantulkan bayang-bayang banteng ketaton.
Yang terlihat justru banteng yang di tubuhnya tertancap sekian banyak pedang dan teruyung-uyung coba menyeruduk sang matador dengan sisa-sisa napasnya.
Tambahan lagi karena penguasa saat ini dulunya juga merupakan kader kebanggaan PDIP, dan sang penguasa itu kini diidentikkan banyak pihak dengan tiga bentuk perilaku niretik (nepotisme, penyalahgunaan anggaran negara dan alat negara untuk kepentingan pribadi, serta quid-pro-quo), maka--suka tak suka--PDIP sesungguhnya menanggung dosa politik paling berat.
PDIP seharusnya punya keinsafan untuk melakukan penebusan dosa.
Utang besar yang mesti dilunasinya itu hanya bisa impas jikalau PDIP tidak sebatas melontarkan kecaman-kecaman ke berbagai institusi negara, seperti disuarakan Megawati di panggung kampanye akbar paslon 03 di Gelora Bung Karno pada 3 Februari lalu.
Sebaliknya, langkah konkret yang harus PDIP ambil selekasnya adalah merealisasikan wacana yang sempat mengapung sekian waktu lalu.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pilpres 2024
PTUN Tunda Pembacaan Putusan PDIP soal Penetapan Gibran Cawapres, Mahfud Pesimis Bakal Dikabulkan |
---|
VIDEO Pembacaan Putusan Gugatan PDIP Soal Pencalonan Gibran di PTUN Ditunda Jadi 24 Oktober 2024 |
---|
Jubir PTUN: Penundaan Pembacaan Putusan Gugatan PDIP soal Gibran Tak Terkait Pelantikan Presiden |
---|
Hakim Sakit, PTUN Tunda Baca Putusan Gugatan PDIP hingga Setelah Pelantikan Prabowo-Gibran |
---|
BREAKING NEWS PTUN Tunda Pembacaan Putusan PDIP Gugat KPU soal Penetapan Gibran jadi Cawapres |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.