Tribunners / Citizen Journalism
PMA 68 Tahun 2015 sebagai Upaya Mereduksi Politisasi Kampus
Sebelum adanya PMA Nomor 68 Tahun 2015, kampus menjadi sebuah lembaga politik karena sistem pemilihan rektor yang dikuasai oleh senat.
Komsel berisi anggota pilihan yang berintegritas dan tidak bisa diintervensi karena di dalamnya berisi tujuh guru besar.
Dari tiga nama yang dikeluarkan oleh Komsel tersebut, Menag memilih calon yang terbaik.
Nama yang pada akhirnya dipilih oleh Menag berangkat dari hasil penilaian kualitatif serta rekomendasi senat.
Jika tidak terpilih oleh senat, maka tidak akan bisa meneruskan ke proses selanjutnya.
Maka cuitan Twitter Saiful Mujani, menurut penulis, melukai banyak pihak dan tidak menghargai proses panjang yang dilalui untuk memunculkan keputusan pemilihan rektor.
Sebab pemilihan rektor telah melalui proses panjang karena di dalamnya melibatkan senat dan panitia komsel yang kesemuanya guru besar.
Sementara posisi Menteri Agama justru berada di ujung dan tidak terlibat dalam proses panjang ini.
Nama yang saat ini terpilih sebagai rektor berangkat dari hasil penilaian kualitatif dan rekomendasi senat.
Tak ada regulasi yang sempurna. Pun demikian dengan PMA Nomor 68 Tahun 2015.
Namun demikian, penulis berharap kritik tersebut bisa disampaikan dengan cara yang akademik dan menjauhi unsur-unsur kebencian.
Apalagi kritik itu memunculkan kegaduhan bahkan penggiringan opini seolah rektor se-PTKIN hanya dipilih oleh Menag dan menafikan senat serta Komsel. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.