Tribunners / Citizen Journalism
Membaca Peta Gerakan dan Politik PMII
Perubahan yang dimaksud oleh presiden bersifat multidimensi. Dimensi politik juga bagian dari salah satu aspek yang sedang berubah
Membaca Peta Gerakan dan Politik PMII
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc., M.A.*
TRIBUNNEWS.COM - Kongres XX Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) telah digelar dengan lancar. Peta gerakan dan politik bagi PMII juga telah dibabar.
Presiden Joko Widodo menyampaikan sebuah isyarat yang memancing tafsir, dengan muatan politis yang kental.
Orang nomor satu itu mengatakan, "Perubahan selalu tidak ramah bagi yang tidak siap berubah dan berhenti belajar. Banyak organisasi, ini banyak, banyak organisasi harus rela digilas perubahan karena tidak sigap beradaptasi dengan perubahan,"
Perubahan yang dimaksud oleh presiden bersifat multidimensi. Dimensi politik juga bagian dari salah satu aspek yang sedang berubah.
Belakangan, istana negara menggaungkan nasionalisme melalui gerakan cinta produk dalam negeri. Hal ini bisa diartikan, PMII dapat mengawal nasionalisme melalui keterlibatan aktif intelektual kampus di ranah produksi.
Salah satu darma perguruan tinggi adalah pengabdian masyarakat. Mahasiswa tidak semata digodok di meja teoritis melainkan juga didorong terjun ke lapangan, mengenal masyarakat lebih dekat, untuk mengabdikan seluruh pengetahuannya demi kebutuhan real di lapangan.
Masyarakat dapat tumbuh lebih produktif melalui kontribusi besar mahasiswa di bawah naungan PMII.
Dimensi lain, yang terkait dengan perubahan, adalah persoalan kebangsaan yang dinamis. Sebut saja, pandemi Covid-19 meluluhlantakkan perekonomian seluruh negara, termasuk Indonesia.
Yang paling penting dicermati dalam konteks ini adalah politik vaksin. Negara-negara yang juara dalam memproduksi vaksin, pada akhirnya, menjadi eksportir paling diuntungkan.
Sementara itu, di balik pembuatan vaksin, peran intelektual (peneliti) adalah tulang punggungnya. PMII dapat membaca semua ini sebagai ranah akademik.
Dengan kekuatan gabungan antara mahasiswa dan dosen di seluruh Indonesia, kampus-kampus (sekolah tinggi, institut, universitas) dapat menjadi laboratorium yang menghasilkan produk paling dibutuhkan masyarakat, bangsa dan negara.
Dimensi perubahan berikutnya yang bisa dimengerti dari kata-kata presiden Jokowi adalah investasi.
Presiden sangat berharap investor asing menanamkan modal mereka di Indonesia untuk pengembangan teknologi tinggi, termasuk mobil elektrik dan lainnya.
Belum lagi, saat Ibukota Negara dipindahkan ke Kalimantan, Indonesia termasuk deretan negara pertama yang berhak menikmati teknologi 5G.
Masa depan berbasis Hightech mustahil dikuasai oleh bangsa kecuali kampus betul-betul serius menggarap pendidikan dan mencetak intelektual yang dipersiapkan menguasai masa depan.
Artinya, PMII dapat menafsir nasihat presiden tentang dampak gilasan perubahan sebagai tantangan akademik. Di sisi lain, PMII adalah gerakan perubahan itu sendiri (agents of change).
Hari-hari ini dan hari-hari esok, pekerjaan paling penting bagi PMII adalah kalkulasi basis massa, dan mengkonversi intelektualisme menjadi kekuatan politik praktis.
Beberapa kader terbaik PMII hari ini banyak yang menduduki jabatan strategis di pemerintahan. Bahkan, Jokowi sendiri mengakui bahwa alumni-alumni PMII telah banyak berjasa dalam membantuk roda pemerintahan.
Perlu disebutkan, Mantan Ketua Umum PMII, Aminudddin Ma’ruf, diangkat sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi dengan Kelompok Strategis, 2019-2024.
Pendiri PMII Cabang Depok, Gus Yaqut, malah hari ini tidak sekedar menjadi Menteri Agama “Semua Agama” melainkan “Kuda Hitam” pada Pilpres 2024 nanti. Senior-senior PMII yang membanggakan ini merupakan peta jalan untuk mewujudkan apa yang dimaksud oleh Presiden Jokowi dalam nasehatnya agar PMII mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.
Jika mau sejenak melacak sejarah lebih jauh, alumni PMII di tahun 2014 kemarin berhasil menjadi menteri, antara lain: Marwan Ja’far, Imam Nahrawi, Khofifah Indra Parawansa, Lukman Hakim Saifuddin, dan Hanif Dakhiri. Tetapi, ini semua sebatas sejarah. Tantangan paling real adalah panggung Pilpres 2024 nanti.
Karenanya, kata perubahan yang dimaksud presiden dapat pula ditafsir sebagai perubahan situasi politik kebangsaan maupun politik kekuasaan.
Politik kebangsaan, salah satunya, upaya mengkonversi intelektualisme kampus menjadi lebih konkrit, yakni berkontribusi nyata pada masyarakat.
Politik kekuasaan secara spesifik berupa peluang bagi PMII di panggung Pemilihan Umum 2024 nanti. Karenanya, konsolidasi basis massa untuk kepentingan paling pragmatis di ranah politik kekuasaan sudah dapat dimulai sejak hari ini.
Terlepas dari semua itu, penulis berharap Kongres XX PMII yang diselenggarakan di enam Zona Wilayah; Kota Balikpapan, Samarinda, Batam, Bekasi, Lombok dan Kota Kendari, mampu melahirkan kebijakan strategis.
Masa depan bangsa dan negara kita belakangan ini tampak sedang digenjet, dihimpit, oleh kekuatan globalis. Negara-negara superpower di dunia benar-benar berpengaruh pada negara kita.
Penulis lihat, kekuatan politik-ekonomi negara super power nyaris sepenuhnya berbasis pada sains-teknologi mereka. Tidak perlu jauh-jauh mencari contoh.
Perkembangan pandemi Covid-19 adalah contoh paling nyata, betapa dunia yang mampu menciptakan vaksin pada akhirnya menjadi negara eksportir yang menguntungkan pendapat negara mereka.
Sementara ratusan perguruan tinggi dalam negeri “melempem”, vaksin merah putih atau vaksin nusantara belum mampu bersaing di tingkat global.
Poin utama yang penulis ingin sampaikan, tidak adan kekuatan besar politik dan ekonomi di dunia ini tanpa mengandalkan kecanggihan ilmuan masing-masing.
Presiden berpesan agar PMII mampu beradaptasi dengan perubahan harus diartikan sebagai dorongan karya akademis kampus harus mampu memberikan bukti nyata bagi negara. Sementara sains dan urusan ilmu pengetahuan memang dunia alamiah kader-kader PMII.
Alhasil, bila kader PMII betul-betul mampu mengkonversi sains dan ilmu pengetahuan mereka menjadi kontribusi praktis-pragmatis yang dibutuhkan negara, tidak mustahil delegasi mereka akan menjadi RI 1 atau RI 2 pada Pilpres nanti. Ini tantangan dan peluang besar, sedangkan presiden sudah membukakan peta jalannya. Wallahu a’lam bisshawab.
*pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.