Rabu, 1 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Mutasi Ganda Virus Covid-19

Dalam beberapa hari ini cukup banyak berita tentang mutasi vaksin COVID-19. Sejak Februari 2020 sudah diketahui adanya mutasi D614G.

HO/TRIBUNNEWS
Prof Tjandra Yoga Aditama - Guru Besar FKUI & Universitas YARSI.  - Mantan Direktur Penyakit Menular WHO SEARO dan Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit & Kepala Badan Litbangkes Kemenkes RI 

Oleh: Prof Tjandra Yoga Aditama

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI

Mantan Direktur WHO SEARO dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes

TRIBUNNEWS.COM - Dalam beberapa hari ini cukup banyak berita tentang mutasi vaksin COVID-19.

Seperti kita ketahui bahwa virus COVID-19 ,seperti juga dengan virus-virus lainnya, memang akan dapat bermutasi dari waktu ke waktu. Sejak Februari 2020 sudah diketahui adanya mutasi D614G yang juga sudah dilaporkan di negara kita.

Sejak awal pandemi maka World Health Organization (WHO) sudah bekerja sama dengan jaringan laboratorium global yang meliputi banyak negara yang meng analisa virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.

Kemudian dibentuklah WHO’s global SARS-CoV-2 laboratory network yang melibatkan SARS-CoV-2 Virus Evolution Working Group, yang tujuannya adalah mendeteksi mutasi secara cepat dan menilai kemungkinan dampaknya pada kesehatan masyarakat.

WHO merekomendasikan agar negara-negara sedapat mungkin meningkatkan kemampuan sekuensing virus SARS-CoV-2, dan lalu membagikan ditanya secara internasional untuk membantu dunia untuk memonitor dan melakukan respon pada pandemi kini.

Pada Desember 2020 pemerintah Inggris melaporkan mutasi B.1.1.7 ke WHO dalam kerangka International Health Regulation (IHR) 2005. Yang juga banyak dibahas adalah mutasi B.1.351 di Afrika Selatan, apalagi sesudah ada laporanj uji klinik vaksin Johnson & Johnson serta Novavax yang menunjukkan efikasi di Afrika Selatan lebih rendah dari negara lain, yang antara lain di duga karena pengaruh mutasi ini. Kita juga ketahui bahwa di Brazil ada mutasi B.1.1.28.

Pada 1 Februari 2021 konsorsium COVID-19 Genomics UK (COG-UK) Inggris mengidentifikasi 11 sampel yang ada mutasi B.1.1.7 dan juga mutasi E484K sekaligus, sesudah menganalisa 214.159 sekuens.

Selain itu, Inggris juga menemukan 40 kasus lagi yang sudah ada mutasi E484K, sehingga total 105 kasus. Sebagian besar memang ada riwayat perjalanan tetapi 11 diantaranya tidak bepergian ke luar negeri, jadi nampaknya sudah ada penularan lokal di masyarakat juga. Inggris kemudian meningkatkan secara lebih banyak lalgi jumlah yang di test dan di sekuensing.

Inggris sebenarnya punya kemampuan sekuensing yang tinggi. Sekitar separuh dari genom SARS-CoV-2 yang dimasukkan ke database global GISAID berasal dari Inggris.

Negara ini melaporkan bahwa mereka sudah melakukan sekuen genomik pada 7% dari sampel positig COVID-19 di negara itu. Amerika Serikat misalnya baru melakukan sekuensing pada kurang dari 1%.  

Pakar dari University of Cambridge di Inggris mengkonfirmasi bahwa adanya mutasi sekaligus B.1.1.7 dan  E484K akan secara nyata meningkatkan jumlah antibodi yang diperlukan untuk mencegah infeksi.

Kita sudah tahu bahwa varian denga mutasi  B.1.1.7 membuat virus jauh lebih mudah menular, dan kalau ini bergabung dengan terganggunya imunitas akibat mutasi E484K maka tentu menjadi hal yang amat perlu perhatian semua pihak. 

Hal lain yang juga perlu dapat perhatian adalah bahwa varian Afrika Selatan (apalagi kalau bersama dengan varian B.1.17) dapat membuat reinfeksi (infeksi ulangan) lebih mudah terjadi, pada orang yang tadinya sudah terinfeksi COVID-19 oleh virus yang belum bermutasi.

Sehubungan dengan berbagai mutasi yang terjadi maka pada Januari 2021 WHO Eropa menyampaikan tiga himbauan.

Pertama, melakukan investigasi mendalam kalau ada kejadian luarbiasa penularan yang ccepat di masyarakat dan atau kejadian penyakit berat yang tidak diperkirakan sebelumnya.

Ke dua, secara sistematik meningkatkan jumlah sekuensing yang dilakukan pada subset tertentu infeksi virus SARS-CoV-2, dan menggunakan data yang didapat untuk melakukan tindakan kesehatan masyarakat yang harus dilakukan segera.

Hal ketiga adalah membagikan data ini dengan negara lain agar kita semua dapat lebih memahami dan mengantisipasi bagaimana sebenarnya pola penyebaran varian baru ini di masyarakat.

COVID-19 masih terus menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia dan juga di negara kita. Berbagai perkembangam baru, termasuk mutasi ini, perlu diantisipasi agar program pengendalian dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien.

Mutasi seperti yang terjadi di Inggris sudah dilaporkan oleh beberapa negara tetangga kita di ASEAN, dan kita tentu perlu waspada serta perlu meningkatkan surveilan sekuensing genomik dengan sistematik untuk mengantisipasi hal ini.(*)

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved