Kamis, 2 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Tegas Menolak ISIS Eks WNI, “Jempol” untuk Jokowi

Dalam kajian Ushul Fiqh, sikap tegas berpikir presiden masuk pembahasan Sadd al-Dzari’ah (menutup jalan keburukan).

Editor: Husein Sanusi
Istimewa
KH. Imam Jazuli, Lc. MA, alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015. 

Tegas Menolak ISIS EKS WNI, “Jempol” untuk Jokowi
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc., M.A*

Presiden Joko Widodo (Jokowi) tegas dalam berpikir penyelamatan mayoritas. Demi mengamankan 260-an juta jiwa, yang belum terpapar radikalisme, Jokowi memutuskan tidak memulangkan 689 jiwa Eks WIN tersebut.

Ketegasan itu tercermin pada ucapannya, “nama dan siapa berasal dari mana, data itu komplet. Sehingga cegah tangkal bisa dilakukan di sini, kalau data itu dimasukkan ke imigrasi. Tegas ini saya sampaikan,” katanya.

Dalam kajian Ushul Fiqh, sikap tegas berpikir presiden masuk pembahasan Sadd al-Dzari’ah (menutup jalan keburukan).

Muhammad Hisyam al-Burhani mengutip al-Qurthubi dalam mengartikan al-Dzari’ah. Bagi al-Qurthubi, Dzari’ah adalah al-Khauf (ketakutan, kekhawatiran).

Pemulangan Eks WNI menjadi sumber munculnya kekhawatiran publik, seperti bertambahnya jumlah pendukung paham radikal.

Menolak pemulangan atas dasar kekhawatiran itu merupakan logika Sadd al-Dzari’ah.

Bangsa Indonesia sudah merdeka sejak tahun 1945. Turki Utsmani runtuh tahun 1922, sebelum kemudian spirit khilafah ini bangkit kembali pada tahun 1952.

Artinya, 689 jiwa Eks WNI itu sudah betul-betul matang dalam melihat baik-buruk keputusan mereka menolak NKRI-Pancasila.

Alasan subjektif mereka memilih bergabung dengan ISIS juga sudah kuat. Karenanya, Jokowi sudah tepat merasa khawatir Eks WNI tersebut dipulangkan.

Komnas HAM dan politisi-politisi dari beberapa partai politik yang mendukung pemulangan Eks WNI itu, bertentangan dengan logika Sadd al-Dzari’ah. Al-Qurthubi mengatakan, “al-Dari’ah ibaratun ‘an amrin ghairi mamnu’in li nafsihi, yukhafu min irtikabihi al-wuqu’u fi mamnu’in.” Perkara yang pada dirinya sendiri tidak terlarang namun melakukannya dikhawatirkan terjatuh pada perkara terlarang (Al-Burhani, Sadd al-Dzara’i fi al-Syari’ah al-Islamiyah, Ktab Inc., 1985: 60).

Bagi aktivis Komnas HAM, diksi Eks WNI dari Jokowi tidak tepat. Lebih tepat disebut WNI Eks ISIS.

Artinya, status sebagai warga negara Indonesia belum terhapus sama sekali, sekali pun sudah memutuskan anti-Pancasila dan anti-NKRI. Komnas HAM tidak memakai logika “kekhawatiran” sebagaimana dipakai oleh Jokowi.

Karena beda logika, di mata Komnas HAM, ilmuwan, dan sebagian politisi pendukung pemulangan, maka pemulangan Eks ISIS tersebut bukan perkara terlarang.

Penulis berseberangan dengan pandangan Komnas HAM, ilmuwan dan politisi yang pro-pemulangan.

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved