Jumat, 3 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Nuansa Politik di Balik Polemik Gus Muwafiq dengan FPI, Buah Simalakama Buat Bareskrim Polri

Jebakan buah simalakama semacam ini memang dibuat untuk Bareskrim Polri. Karenanya, umat muslim perlu tahu, bahwa agama merupakan sasaran empuk

Editor: Husein Sanusi
Istimewa
KH Imam Jazuli menyampaikan sambutan di acara Haul KH Anas Sirajuddin 

FPI vs Gus Muwafiq ; Buah Simalakama untuk Bareskrim Polri

Oleh KH Imam Jazuli, Lc., M.A*

Kita nyaris sepakat, agama adalah bahan mentah politik yang mudah menyulut emosi orang. Karena agama itu letaknya di hati dan emosi, konflik ini sangat menguras perasaan. Termasuk soal FPI yang melaporkan Gus Muwafiq ke Bareskrim Polri.

Tentu saja kita ingin terlalu jauh melihat FPI dan Gus Muwafiq (NU). Kita tidak ingin terjebak pada analisa emosional yang subjektif, dan mewakili kelompok ormas tertentu.

Sebaliknya, hal paling penting adalah masalah yang Bareskrim Polri hadapi, adanya laporan FPI tentang penistaan agama oleh dai NU, Gus Muwafiq.

Setidaknya ada beberapa alasan untuk itu: pertama, ketidaksukaan FPI pada Gus Muwafiq adalah kebencian politis FPI pada NU.

Sekali pun ada upaya "islah" dari Ketum PBNU KH Said Aqil, yang meminta umat muslim untuk menghormati para habaib yang keturunan Nabi, termasuk Habib Rizieq Shihab (HRS), seruan islah ini tidak dianggap cukup.

FPI menagih perkara lain yang lebih penting bagi kelompok mereka, yakni sebelum kepulangan HRS dari Arab Saudi, konsep damai atau islah adalah omong kosong.

Kedua, FPI melihat bahwa kongkalikong politik di pemerintah sangat kental. Tampak nalar pemerintah dipengaruhi oleh nalar dakwah NU yang menekankan "amar ma'ruf", bukan model "nahi mungkar" gaya FPI selama ini.

Dengan berbelit-belitnya sistem prosedural SKT FPI, penantian panjang mendapat restu dari Kemendagri dan Kemenko Polhukam, membuat Reuni 212 tidak bermakna secara politis, karena tanpa kehadiran HRS.

Ketiga, FPI melihat kecenderungan pemerintah yang mengulur-ulur SKT tidak lepas dari campur aduk orang-orang PBNU di kekuasaan, yang selama ini memang musuh "bebuyutan" FPI dalam berdakwah. Apalagi SKT dari Kemenag itu dikritik secara keras oleh lingkaran elite PBNU sendiri, padahal manfaat SKT sangat menguntungkan FPI.

Dalam konteks politik semacam ini, Bareskrim Polri harus mengerti bahwa laporan "penistaan agama" oleh FPI atas yang tertuduh Gus Muwafiq, Dai Milenial NU, merupakan perang politik. Polri di sini bisa terjerumus pada lubang politik yang sedang disiapkan oleh FPI.

Kecewa besar HRS tidak hadir pada Reuni 212, perjalanan panjang mendapat restu dari Kemendagri (Tito Karnavian) dan Kemenko Polhukam (Mahfud MD), adalah alasan kebencian FPI pada NU.

Gus Muwafiq adalah target empuk, dengan kesalahan yang cukup representatif untuk diserang. Inilah konteks politik yang Bareskrim harus pahami.

Bareskrim Polri dihadapkan pada persoalan politik, di mana Interpretasi hukum akan bernuansa politis. Karena kebencian FPI pada Gus Muwafiq adalah permusuhan abadi FPI pada NU, maka Bareskrim kini dihadapkan pada buah "simalakama".

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved