Sabtu, 4 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Mendengar Rocky 'Menggerung'

Akademisi yang mengaku sebagai filsuf itu mengkritik Jokowi tidak paham Pancasila

Editor: Hasanudin Aco
Ist/Tribunnews.com
Karyudi Sutajah Putra. 

Oleh: Karyudi Sutajah Putra

TRIBUNNEWS.COM- Sesuai namanya, Rocky (rock: batu) Gerung (meraung), kembali menggerung.

Akademisi yang mengklaim sebagai pakar filsafat itu dengan nada keras seperti batu meraung bahwa Presiden Joko Widodo tidak memahami Pancasila.

Ya, dalam sebuah tayangan di salah satu stasiun televisi, Selasa (3/12/2019) malam, Rocky menyatakan Pancasila gagal sebagai ideologi.

Rocky menilai tidak ada orang yang Pancasilais di republik ini, termasuk Presiden Jokowi.

Jokowi, katanya, hanya hafal Pancasila, tapi tidak memahaminya.

Baca: Deklarasi Gerakan #PancasilaPower Dilakukan di Kota Malang

Sontak, tagar #RockyGerungMenghina Presiden pun langsung viral di Twitter. Politikus PDIP Junimart Girsang kemudian mengancam melaporkan Rocky ke polisi.

Lalu, apa kata Rocky? Ia mempersilakan bahkan mendukung anggota Komisi III DPR itu melaporkan dirinya ke polisi.

Pelaporan itu ia harap akan membuka wacana atau diskursus baru agar Pancasila dibahas secara lebih berkualitas.

Memang, bukan Gerung namanya kalau tidak pandai menggerung.

Rocky adalah seorang petarung. Ia siap menghadapi siapa pun untuk beradu gagasan, bahkan mungkin sekadar beradu mulut di atas panggung.

Bagaimana bisa seseorang yang hendak dilaporkan ke polisi justru mendukung pelaporan itu?

Hal ini hanya bisa terjadi pada orang yang memang berjiwa petarung, untuk tidak menyebutnya "kop pig" menurut istilah Bung Karno.

Atau mungkin saja ia sudah tahu tidak ada delik pidana atas pernyataannya itu, seperti penghinaan, pencemaran nama baik, atau perbuatan tidak menyenangkan.

Melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan pasal-pasal penghinaan terhadap Presiden, yakni Pasal 134, 136 dan 137 KUHP karena tidak sesuai dengan konstitusi, salah satunya Pasal 28 UUD 1945 yang menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya.

Apa yang diraungkan Gerung itu bagi penulis memang sekadar kritik belaka. Presiden Jokowi juga mungkin tahu itu, sehingga Istana pun sepertinya adem-ayem saja. Yang kebakaran jenggot justru PDIP.

Bila semua pengkritik Presiden, apalagi kritik itu disampaikan dalam forum diskusi yang semestinya ilmiah dipolisikan, betapa hotel prodeo di negeri akan penuh sesak oleh para pengkritik.

Di sisi lain, rencana pelaporan ke polisi atas Rocky itu juga berarti akan memberikan panggung baru bagi bujangan itu.

Dia akan lebih menggerung di atas panggung.

Cermati saja saat Rocky menyatakan bahwa kitab suci itu fiksi. Ketika banyak dihujani kritik bahkan sampai dicaci-maki, ia justru seolah menemukan panggung baru untuk beraksi.

Untung saja ia ada di kubu lawan Jokowi, sehingga meskipun dianggap melecehkan kitab suci, tidak sampai didemo hingga berjilid-jilid seperti Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Ceritanya mungkin akan lain bila Rocky ada di kubu Jokowi.

Bandingkan pula dengan Jafar Shodiq yang dalam ceramahnya yang viral di media sosial mengibaratkan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin sebagai, mohon maaf, babi. Jafar Shodiq dikabarkan ditangkap polisi, Kamis (5/12/2019) dini hari.

Padahal, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) nonaktif itu dikabarkan sudah memaafkannya. Ini berbeda kasusnya dengan Rocky Gerung.

Maka benar kata Mahfud Md. Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan itu mengaku tak pernah tertarik dengan pernyataan-pernyataan Rocky. Sebab, makin dilayani makin menjadi.

Pun, publik tampaknya perlu memahami back ground (latar belakang) Rocky sebagai dosen.

Tanpa bermaksud mendegradasi marwah dosen atau guru, salah satu kelemahan seorang pendidik adalah suka merasa benar sendiri.

Rocky pun demikian, suka mengenakan kacamata kuda dalam melihat sebuah persoalan.

Akibatnya ia kerap memandang sebuah persoalan hanya dari sudut pandang keilmuannya sendiri saja.

Back ground lain sebagai bujangan dalam usia yang sudah tergolong tidak muda lagi pun patut dipertimbangkan.

Mohon maaf, mungkin secara psikologis emosi Rocky kurang stabil.

Dia tak punya mitra sejajar untuk "curhat", sehingga bisa saja raungannya dalam diskusi demi diskusi dapat menjadi salah satu kanalisasi.

Sebab itu, gerungan Rocky Gerung cukup didengarkan saja, tak perlu disikapi berlebihan, karena hanya akan membuang-buang waktu dan energi saja.

Apalagi menurut filosofi Jawa, mendengar itu akan menyempurnakan watak manusia. Nah!

Karyudi Sutajah Putra: Pegiat Media, Tinggal di Jakarta

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved