Tribunners / Citizen Journalism
Menyulam Benang Kebangsaan NU dan FPI
Perjumpaan antara NU-FPI bagaikan butiran gula pasir dan serbuk bubuk kopi. Sehingga perpaduan amar ma'ruf dan nahi munkar
Menyulam Benang Kebangsaan NU Dan FPI
Oleh KH. Imam Jazuli, Lc., M.A*
Al-muhafazhah 'alal qadimis soleh wal akhdzu bil jadidil ashlah adalah slogan PBNU yang tidak semata menyangkut persoalan agama dan kebudayaan melainkan juga sosial-politik.
Melestarikan yang lama dan mengadopsi yang, selama bernilai positif dan bermanfaat bagi umat, adalah prinsip NU.
Di bawah kibaran spirit menjaga keutuhan bangsa dan negara, NU yang selama ini berdakwah dengan jalan "amar ma'ruf" dapat merangkul Front Pembela Islam (FPI) yang ciri dakwahnya "nahi munkar".
Perjumpaan antara NU-FPI bagaikan butiran gula pasir dan serbuk bubuk kopi. Sehingga perpaduan amar ma'ruf dan nahi munkar nyaris menciptakan kolaborasi sempurna.
Di samping itu, NU dan FPI secara ideologi merupakan cabang-cabang keagamaan yang sama-sama berakar pada Ahlus Sunah wal Jamaah. NU tidak bermasalah dengan Syi'ah, non-muslim, maupun aliran kepercayaan yang non-Abrahamik. Apalagi dengan FPI.
Perbedaan antara NU-FPI adalah perbedaan furu'iyah dan lebih sempit lagi perbedaan jalan dakwah. Manhaj dakwah. Perbedaan furu'iyah itu sendiri adalah sunatulah, karena setiap entitas sejarah lahir dari rahim peradaban dan kebudayaan berbeda. FPI dan NU lahir dalam semangat jaman berbeda.
Perbedaan furu'iyah-manhajiyah, semisal dalam konteks amar ma'ruf dan nahi munkar, adalah anak jaman.
Produk situasi sejarah yang parsial dan kontekstual. Dalam konteks ilmu Ushulul Fiqh, jaman berbeda maka hukum pun berbeda. Jaman menentukan hukum.
Dalam suatu jaman, di saat kebenaran lemah lembut diabaikan oleh penguasa, maka jalan nahi mungkar tentu dibutuhkan untuk sedikit keras.
Sebaliknya, bila nasehat kebijaksanaan sudah membuat penguasa tunduk patuh, maka jalan amar ma'ruf dibutuhkan dan nahi munkar dikandangkan.
Ketika jalur-jalur dakwah NU tidak dibutuhkan, mungkin inilah saatnya jalur dakwah FPI menemukan tempatnya.
Merangkul FPI ke dalam jalan perjuangan NU sama saja melengkapi perangkat dakwah Islamiah.
Walisongo, kiyai dan ulama terdahulu menggunakan jalan dakwah amar ma’ruf kepada penguasa-penguasa yang mau komitmen pada agama dan umat.
Jangan tanyakan lagi bagaimana keintiman para Walisongo dengan Raja Demak, Kerajaan Islam pertama di bumi Nusantara.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.